BI Standby di Pasar, Rupiah Perkasa di Bawah Rp 15.000/US$!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
18 July 2022 17:25
BI
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah melemah 6 pekan beruntun, rupiah sukses menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (18/7/2022). Pagi tadi, rupiah bahkan mampu menguat cukup tajam, sebelum terpangkas dan mengakhiri perdagangan di Rp 14.982/US$, menguat 0,05% di pasar spot.

Melihat data Refinitiv, di awal perdagangan rupiah sebenarnya sempat menguat hingga 0,34% ke Rp 14.940/US$.

Rupiah meski pada Rabu (6/7/2022) lalu sempat menembus ke atas Rp 15.000/US$, tetapi setelahnya sukses terus bertahan di bawah level psikologis tersebut. Padahal di pasar non-deliverable forward (NDF) rupiah beberapa kali di atas level tersebut, bahkan di semua tenor.

Pergerakan tersebut bisa menjadi indikasi ada Bank Indonesia di pasar yang selalu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Saat ini pasar menanti rapat Dewan Gubernur BI pada 20 dan 21 Juli mendatang. Pasar akan melihat apakah Gubernur BI Perry Warjiyo dan kolega akan menaikkan suku bunga acuannya BI 7-Day Reverse Repo Rate, atau masih mempertahankannya di rekor terendah sepanjang sejarah 3,5%.

Sejauh ini BI masih enggan menaikkan suku bunga, sebab inflasi inti di dalam negeri masih rendah, begitu juga nilai tukar rupiah yang masih di bawah Rp 15.000/US$.
Memang sepanjang tahun ini rupiah sudah melemah sekitar 4,9% melawan dolar Amerika Serikat (AS), tetapi kinerjanya jauh lebih baik dari mata uang utama Asia lainnya.
Meski bank sentral AS (The Fed) sangat agresif menaikkan suku bunga, tetapi Perry berulang kali menegaskan tidak perlu merespon dengan ikut menaikkan suku bunga. Inflasi inti dan stabilitas rupiah tetap dijadikan patokan.

Meski demikian, Perry juga menyatakan kesiapannya dalam menaikkan suku bunga.

"Bank Indonesia akan tetap mewaspadai tekanan inflasi dan dampaknya terhadap ekspektasi inflasi, serta siap menyesuaikan suku bunga jika ditemukan tanda-tanda peningkatan inflasi inti," kata Deputi Gubernur Juda Agung dalam diskusi bertema 'Central Bank Policy Mix for Stability and Economic Recovery' yang merupakan rangkaian Pertemuan ketiga Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) dan Finance Central Bank Deputies Meeting (FCBD) resmi berlangsung hari ini, Rabu (13/7/2022) di Bali Nusa Dua Convention Center.

Selain itu, BI juga sudah melakukan pengetatan moneter, serta selalu ada di pasar guna menjaga stabilitas rupiah.

"Sebagai bagian dari normalisasi kebijakan moneter, Bank Indonesia secara konsisten terus melakukan langkah-langkah normalisasi likuiditas. Setelah menaikkan rasio Giro Wajib Miinum (GWM) yang implementasinya dilakukan secara gradual,"

"BI juga memperkuat pelaksanaan Operasi Moneter Rupiah melalui penjualan SBN di pasar sekunder. Penjualan SBN tersebut bertujuan untuk menyerap kelebihan likuiditas di pasar keuangan sehingga dapat memperbaiki kondisi supply-demand baik di pasar uang maupun di pasar SBN," kata Edi Susanto, Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI kepada CNBC Indonesia, sore ini.

Adi menambahkan, ke depan BI tetap akan memonitor dinamika likuiditas di pasar keuangan dalam rangka menjaga agar transmisi kebijakan moneter berjalan dengan efektif"

HALAMAN SELANJUTNYA >>> The Fed Tak Kerek Suku Bunga 100 Bps?

Selain itu indeks dolar AS yang turun 2 hari beruntun melapangkan jalan rupiah untuk menguat. Indeks dolar AS pada Jumat pekan lalu merosot 0,44%, dan hingga sore ini turun lagi 0,6% ke 107,41.

Penurunan tersebut terjadi setelah beberapa pejabat elit bank sentral AS (The Fed) menyatakan lebih memilih menaikkan suku bunga 75 basis poin di bulan ini, ketimbang 100 basis poin seperti ekspektasi pelaku pasar.

Presiden The Fed wilayah St. Louis, James Bullard mengatakan meski inflasi belum mencapai puncaknya, iya yakin di tahun 2023 akan terjadi penurunan, dan untuk saat ini ia tidak mendukung kenaikan 100 basis poin.

Bullard merupakan salah satu pejabat The Fed yang paling hawkish. Pernyataanya yang tidak mendukung kenaikan 100 basis poin menjadi 2.5% - 2,75% langsung membuat probabilitas di pasar menurun.

idrFoto: FedWatch CME Group

Berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group, pasar kini melihat probabilitas kenaikan 100 basis poin hanya 28%, turun jauh ketimbang pekan lalu yang mencapai 80% setelah rilis data inflasi yang menembus 9,1% year-on-year (yoy) tertinggi dalam 41 tahun terakhir.

Sementara probabilitas kenaikan sebesar 75 basis poin menjadi 2,25% - 2,5% kini sebesar 71%.

Hal ini membuat indeks dolar AS mengalami koreksi yang membuat rupiah mampu menguat.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular