Winter is Coming! Crash Pasar Kripto Lebih Parah dari 2018

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
Kamis, 14/07/2022 16:45 WIB
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar kripto saat ini kembali mengalami fenomena musim dingin atau crypto winter, di mana fenomena ini terjadi saat penurunan harga aset kripto diikuti dengan stagannya harga dalam waktu yang lama.

Cryptocurrency telah mengalami penurunan yang brutal tahun ini, hingga kehilangan nilainya mencapai US$ 2 triliun, sejak puncak reli besar-besaran pada tahun lalu.

Bitcoin, koin digital (token) terbesar di dunia, telah menurun hingga 70% dari level tertinggi sepanjang masanya yang terbentuk pada November tahun lalu yakni nyaris menyentuh US$ 69.000.


Banyak ahli membenarkan kondisi pasar kripto saat ini yang sedang mengalami crypto winter.

Crypto winter pernah dialami Bitcoin pada 2018 lalu, ketika harganya ambrol lebih dari 70%, kemudian stagnan cenderung menurun hingga April 2019.

Tetapi, ada sesuatu yang berbeda antara crypto winter tahun 2018 dengan yang sekarang, di mana crypto winter tahun ini cenderung lebih parah dibandingkan dengan 2018.

Hal ini terjadi disebabkan karena banyak faktor, bukan hanya bagian bari pasar yang sudah bubble.

Namun, apa yang membedakan fenomena crypto winter 2018 dengan yang sekarang, berikut ini perbedaan kondisi yang menyebabkan crypto winter di tahun 2018 dengan tahun ini.

1. Perbedaan Crypto winter 2018 dengan 2022

Kembali ke tahun 2018, Bitcoin dan token lainnya merosot tajam setelah kenaikan tajam pada tahun 2017. Hal ini mirip dengan yang terjadi tahun ini.

Pasar kemudian dibanjiri dengan apa yang disebut penawaran koin awal (initial coin offering/ICO), di mana orang dengan rela menuangkan uangnya ke dalam aset kripto yang muncul di kiri, kanan dan tengah, tetapi sebagian besar proyek tersebut akhirnya gagal.

"Crash kripto di 2017 sebagian besar disebabkan oleh bubble yang sudah pecah," kata Clara Medalie, direktur riset di perusahaan data kripto Kaiko, mengatakan kepada CNBC International.

Namun crash kripto saat ini lebih kompleks dibanding pada tahun 2017, di mana pasar kripto sudah mulai membentuk tren penurunan sejak awal tahun ini.

Hal ini karena investor sudah memprediksi bahwa tahun 2022 sebagai tahun yang cenderung sulit bagi pasar kripto, karena faktor ekonomi makro yang cenderung memburuk.

Inflasi yang terus meninggi dan menyebabkan bank sentral Amerika Serikat (S), Federal Reserve (The Fed) dan bank sentral lainnya secara agresif menaikkan suku bunga. Faktor-faktor ini tidak terjadi pada crash kripto 2017-2018.

Bitcoin dan cryptocurrency lainnya semakin berkorelasi erat dengan aset berisiko lainnya, khususnya saham. Bitcoin membukukan kuartal terburuknya dalam lebih dari satu dekade pada kuartal kedua tahun ini. Pada periode yang sama, Nasdaq yang sarat teknologi turun lebih dari 22%.

Pembalikan pasar kripto yang tajam itu membuat banyak investor besar di industri kripto mulai mengalami masa-masa sulit akibat lesunya kripto.

Puncaknya yakni pada pertengahan bulan lalu, investor besar yang secara mayoritas terdiri atas perusahaan dana lindung nilai (hedging)hingga perusahaan pemberi pun akhirnya terkena krisis likuiditas.

"Perbedaan lainnya adalah tidak ada pemain besar Wall Street yang menggunakan "posisi yang sangat berpengaruh" pada tahun 2017 dan 2018," kata Carol Alexander, profesor keuangan di Universitas Sussex.

2. Kehancuran Token Terra

Awal dari kejatuhan kripto tahun ini berasal dari Terra, di mana dua token Terra terpantau ambruk. Bahkan, stablecoin satu-satunya di ekosistem Terra yakni TerraUSD gagal mempertahankan pasaknya di US$ 1.

TerraUSD atau UST adalah stablecoin algoritma yang seharusnya dipatok dengan rasio 1:1 dengan dolar AS. Ini bekerja melalui mekanisme kompleks yang diatur oleh suatu algoritma. Tapi UST kehilangan pasak dolarnya yang menyebabkan sister-coin-nya yakni Terra Luna ikut ambruk.

Hal ini tak hanya mengirimkan gelombang kejut melalui industri kripto, tetapi juga memiliki efek knock-on pada perusahaan yang terpapar UST, khususnya hedge fund Three Arrows Capital atau 3AC.

"Runtuhnya blockchain Terra dan stablecoin UST secara luas tidak terduga setelah periode pertumbuhan yang luar biasa," kata Medalie.


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: "Panas" AS-China & Aksi The Fed Bikin Bitcoin Berpesta

Pages