
9 Negara Ini Terancam Bangkrut, tapi Bursa Sahamnya Meroket!

Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi tinggi membuat dunia kalang kabut, beberapa negara bahkan terancam mengalami kebangkrutan. Sri Lanka sudah merasakan dampak buruknya, inflasi tercatat meroket 54,6% year-on-year (yoy), menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Krisis kini menghantam Sri Lanka dan menjadi yang terburuk sejak 1948, dan mengalami kebangkrutan agagal bayar utang luar negeri (default) senilai US$ 51 miliar pada April lalu dan sedang dalam pembicaraan dana talangan dengan Dana Moneter Internasional (IMF).
Tidak hanya Sri Lanka, dalam laporan Crisis Response Group, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut Afganistan, Argentina, Mesir, Laos, Lebanon, Myanmar, Pakistan, Turki dan Zimbabwe menjadi negara yang terancam mengalami kebangkrutan.
Melansir dari laporan AP, penyebab pasti krisis ekonomi yang dihadapi setiap negara ini mungkin berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Tetapi ada satu benang merahnya, krisis tersebut diperburuk dengan inflasi yang tinggi.
Beberapa negara sudah pernah mengalami inflasi yang gila-gilaan. Zimbabwe misalnya, inflasinya kini mencapai 192% (yoy), tertinggi sejak April 2021. Meski demikian, kenaikan tersebut memicu kekhawatiran akan Zimbabwe kembali mengalami hiperinflasi seperti 2008.
Argentina dan Turki, menjadi negara G20 yang terancam mengalami kebangkrutan. Inflasi di Argentina meroket 60,7% (yoy) menjadi yang tertinggi sejak Januari 1992.
Turki lebih tinggi lagi. Pada bulan Juni, inflasi di negara yang dipimpin Recep Tayyip Erdogan tersebut tercatat melesat 78,62% (yoy) yang merupakan titik tertinggi dalam 24 tahun terakhir.
Namun yang menarik, bursa saham beberapa negara tersebut justru mencatat penguatan tajam sepanjang tahun ini.
Bursa saham Lebanon menjadi yang tertinggi kenaikannya. Berdasarkan data Refinitiv, bursa Lebanon tercatat melesat lebih dari 48% year-to-date (ytd). Kemudian bursa saham Zimbabwe juga naik tajam hingga lebih dari 47%.
Bursa saham Argentina dan Turki juga mencatat penguatan masing-masing 22% dan 29% (ytd)
Penyebab kenaikan tersebut berbeda-beda, di Turki misalnya, inflasi yang tinggi justru membuat warganya malah berinvestasi di bursa saham. Bloomberg melaporkan, bagi warga Turki, berinvestasi di saham bisa menjadi satu dari sedikit pilihan untuk mengamankan uang mereka.
Maklum saja, dengan inflasi nyaris mencapai 80%, nilai uang mereka tentunya tergerus jika tidak diinvestasikan di aset yang memberikan imbal hasil lebih tinggi.
Suku bunga acuan bank sentral Turki sebesar 14%, dan imbal hasil (yield) obligasi tenor 10 tahun di kisaran 18%, tentunya jauh lebih rendah ketimbang inflasi.
Sementara itu, sektor transportasi di bursa saham Turki saat ini sudah melesat lebih tinggi dari inflasi, berkat outlook pemulihan pariwisata yang membaik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani: Turki & Argentina Dilanda Krisis Keuangan