Rupiah Tertekan Hingga Tengah Hari, Mendekati Level Rp 15.000

Dalam risetnya, analis Mandiri Sekuritas mempertimbangkan potensi risiko yang datang dari internal, maupun eksternal yang akan menekan laju rupiah tahun ini.
Pada semester II tahun ini, risiko tekanan mulai muncul diikuti oleh potensi stagflasi global. Pertama, perdagangan Indonesia berpotensi menurun, di mana volume ekspor telah melambat di tengah melemahnya permintaan global. Sementara, nilai impor berada sebaliknya.
Kedua, risiko fiskal yang lebih tinggi karena APBN kini lebih rentan terhadap pergerakan harga minyak dunia. Memang, hal tersebut dapat diimbangi dengan pendapatan dari komoditas lainnya, selama harga batubara dan harga minyak sawit tetap tinggi.
Ketiga, meningkatnya tekanan inflasi yang didorong oleh harga pangan yang tinggi.
Risiko lainnya yakni rencana pembatasan penggunaan bahan bakar RON 90, meskipun jika masyarakat beralih ke bahan bakar yang lebih mahal tidak akan sepenuhnya tercermin dalam angka inflasi, tapi masih dapat berdampak untuk meningkatkan biaya transportasi.
Bersamaan dengan hal tersebut, The Fed juga berencana akan lebih agresif lagi untuk meredam inflasi tentunya semakin menekan laju rupiah.
Analis Mandiri Sekuritas pun kembali menurunkan proyeksinya terhadap rupiah. Rupiah diproyeksikan akan berada di posisi Rp 14.765.US$ pada akhir tahun ini dari perkiraan semula di Rp 14.388/US$.
Depresiasi nilai tukar rupiah diharapkan dapat dicegah karena rasio utang terhadap PDB Indonesia jauh di bawah negara-negara lain, dan Bank Indonesia (BI) kemungkinan akan segera menyesuaikan tingkat kebijakannya.
Di sisi lain, mereka mempertahankan prediksinya pada tingkat inflasi di akhir tahun ini yang berada di 4,6% dan memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh sebesar 5,17% karena permintaan domestik masih kuat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
(aaf)