
Awal Pekan Yield SBN Menanjak, Investor Lepas Lagi SBN

Jakarta, CNBCIndonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah pada perdagangan Senin (11/7/2022) awal pekan ini, meski sentimen pasar pada hari ini cenderung negatif.
Investor secara mayoritas melepas SBN pada hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield). Hanya SBN tenor 1, 25, dan 30 tahun yang ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield dan kenaikan harga.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 1 tahun melemah 5,8 basis poin (bp) menjadi 4,221%, sedangkan yield SBN tenor 25 tahun menurun 3,8 bp ke 7,571%, dan yield SBN bertenor 30 tahun turun 0,3 bp ke 7,416%.
Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara menguat 4 bp menjadi 7,293% pada perdagangan hari ini.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) cenderung melandai kembali pada hari ini, di mana investor masih mengevaluasi data ketenagakerjaan terbaru dan menanti rilis data inflasi AS terbaru pada pekan ini.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury tenor 10 tahun melemah 3,9 bp ke posisi 3,062% pada hari ini, dari sebelumnya pada perdagangan Jumat pekan lalu di 3,101%.
Meski cenderung melandai, tetapi inversi yield antara Treasury tenor 2 tahun dengan Treasury 10 tahun masih terjadi hingga hari ini. Yield Treasury tenor 2 tahun juga melandai 4,7 bp menjadi 3,074%, dari sebelumnya pada perdagangan Jumat pekan lalu di 3,121%.
Investor masih mengevaluasi data ketenagakerjaan AS terbaru yang dirilis pada Jumat pekan lalu. Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang bulan Juni perekonomian mampu menyerap 372.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls/NFP), jauh lebih tinggi dari estimasi Dow Jones sebesar 250.000 tenaga kerja.
Sementara itu tingkat pengangguran tetap 3,6%, dan rata-rata upah per jam naik 5,2% secara tahunan (year-on-year/yoy), juga lebih tinggi dari estimasi Dow Jones 5% (yoy).
Di lain sisi, investor menantikan data inflasi utama AS yang akan dirilis pada Rabu waktu AS. Inflasi dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) diperkirakan akan berada di atas 8,6% pada Mei lalu.
Dengan kuatnya pasar tenaga kerja dan potensi masih tingginya inflasi di AS, maka bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) diperkirakan akan kembali mengerek suku bunganya sebesar 75 basis poin di bulan ini.
"Kenaikan rata-rata upah memberikan arti The Fed akan semakin agresif dalam beberapa bulan ke depan," kata Andrew Hunter, ekonom senior di Capital Economics, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (8/7/2022).
Selain itu, perekonomian AS diperkirakan tidak akan mengalami resesi di pertengahan 2022, meski di kuartal I-2022 produk domestik bruto (PDB) berkontraksi 1,6%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi