Breaking News: Harga Minyak Anjlok 2%, Apa-apaan Ini?

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
Senin, 11/07/2022 16:07 WIB
Foto: Ilustrasi: Fasilitas minyak terlihat di Danau Maracaibo di Cabimas, Venezuela, 29 Januari 2019. REUTERS / Isaac Urrutia

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia turun pada perdagangan hari ini karena pasar mulai mengantisipasi guncangan gelombang baru virus Corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) di China yang bisa memukul permintaan.

Pada Senin (11/7/2022) pukul 15:40 WIB harga minyak mentah jenis brent turun 1,84% menjadi US$ 105,19/barel. Sedangkan yang jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) harganya US$ 102,72/barel, turun 2,1%.


Perdagangan menyusut karena hari libur di beberapa wilayah di Asia Tenggara, termasuk pusat perdagangan minyak di Singapura. Faktor lain yang menyebabkan koreksi adalah kabar China telah menemukan kasus pertama dari subvarian Omicron yang sangat menular di Shanghai. Kasus baru pun telah melonjak menjadi 63, naik dari sehari sebelumnya sebesar 52 kasus.

"Pasar hanya menanggapi aliran berita dan China telah menarik perhatian paling besar sejauh ini," kata analis komoditas Commonwealth Bank Vivek Dhar.

Pedagang menjadi khawatir atas kasus tersebut dan lonjakan kasus harian tertinggi di Shanghai karena bisa menyebabkan pengujian massal yang akan mengurangi permintaan bahan bakar, katanya.

"Posisi beli bersih dalam minyak mentah berjangka WTI sekarang berada di level terendah sejak Maret 2020, ketika permintaan runtuh di tengah wabah awal Covid-19. Ini terlepas dari tanda-tanda pengetatan yang sedang berlangsung," kata analis ANZ Research dalam sebuah catatan.

Wajar, China adalah konsumen minyak mentah dunia terbesar kedua di dunia dengan kontribusi 16,1% dari total konsumsi dunia. Meski konsumen kedua, namun China masih bergantung pada impor minyak. Berbeda dengan Amerika Serikat yang menjadi konsumen terbesar sekaligus produsen terbesar.

Presiden Amerika Serikat Joe Biden sedang mencari tambahan minyak untuk mengurangi ketatnya pasokan saat ini. Joe Biden dijadwalkan akan menemui para pemimpin Arab Saudi sekaligus untuk memperbaiki hubungan dengan produsen minyak terbesar dunia setelah pembunuhan jurnalis Washington Post Jamal Khashoggi.

"Hanya gagasan untuk memperbaiki hubungan antara Arab Saudi dan AS itu penting. Tetapi pasar tidak mengharapkan dia (Biden) untuk kembali dengan bantuan pasokan segera," kata Dhar.

Pasar juga mencermati respon Presiden Rusia Vladimir Putin terhadap rencana negara-negara barat untuk membatasi harga minyak dari Rusia.

Lainnya, yang perlu diperhatikan pedagang adalah pemeliharaan pada pipa Nord Stream1. Pipa tersebut adalah yang terbesar membawa gas Rusia ke Jerman yang akan beroperasi dari 11 hingga 21 Juli. Pemerintah, pasar, dan perusahaan khawatir penutupan mungkin diperpanjang karena untuk berperang di Ukraina.

Jika sampai 22 Juli jaringan pipa tidak berfungsi normal, Eropa akan dilanda pemenuhan permintaan gas yang dapat memicu perlambatan ekonomi dan mengurangi permintaan minyak, kata Stephen Innes, Managing Partner di SPI Asset Management.

Selain itu, ada kekhawatiran mengenai seberapa lama lagi minyak mentah akan mengalir dari Kazakhstan melalui Konsorsium Pipa Kaspia (CPC). Sejauh ini aliran yang membawa 1% minyak mentah dunia tersebut masih berjalan meskipun telah diputuskan untuk menangguhkan aktivitas selama 30 hari oleh pengadilan Rusia.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ras/ras)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Iran-Israel Bikin Harga Komoditas Naik, RI Diuntungkan?