Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia turun tipis pada perdagangan hari ini. Maklum, sebelumnya harga si emas hitam sudah naik lumayan tinggi.
Pada Senin (11/7/2022) pukul 06:53 WIB, harga minyak jenis brent berada di US$ 106,98/barel. Turun 0,04% dari posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Pada perdagangan Jumat, harga brent ditutup di US$ 107,02/barel. Melonjak 2,26% dari hari sebelumnya. Pada perdagangan Kamis, harga ditutup naik 3,96%.
Sementara yang jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) harganya US$ 104,49/barel. Berkurang 0,29%.
Pada perdagangan akhir pekan lalu, harga light sweet melesat 2,06%. Kemudian pada Kamis, harga naik 4,2%.
So, tidak heran harga minyak terkoreksi pagi ini. Iming-iming cuan yang lumayan tinggi membuat investor melepas kontrak minyak. Aksi jual tersebut membuat harga turun.
Halaman Selanjutnya --> The Fed Makin Galak, Resesi Kian Dekat?
Selain faktor koreksi teknikal itu, penurunan harga minyak sepertinya disebabkan oleh sikap investor yang cenderung hati-hati. Pelaku pasar tengah mengukur seberapa besar kemungkinan terjadinya resesi ekonomi, sesuatu yang sangat bisa mempengaruhi permintaan minyak.
"Investor memperkirakan ada perlambatan ekonomi. Pertanyaannya, seberapa dalam perlambatan itu?" kata Lindsay Bell, Chief Market Strategist di Ally, seperti dikutip dari Reuters.
Faktor utama yang menjadi penyebab perlambatan ekonomi, dan mungkin saja resesi, adalah pengetatan kebijakan moneter. Di Amerika Serikat (AS), misalnya, bank sentral diperkirakan kembali menaikkan suku bunga acuan sebanyak 75 basis poin (bps) bulan ini.
Mengacu CME FedWatch, probablitas The Federal Reserve/The Fed menaikkan suku bunga acuan sebanyak 75 bps ke 2,25-25% mencapai 93%. Saat ini Federal Funds Rate ada di 1,5-1,75%.
 Sumber: CME FedWatch |
Keyakinan investor bahwa Ketua Jerome 'Jay' Powell bakal kembali agresif datang setelah melihat data ketenagakerjaan terbaru. Pada Juni, perekonomian Negeri Adikuasa menciptakan 372.000 lapangan kerja non-pertanian. Jauh lebih tinggi dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters dengan perkiraan 268.000.
Bahkan kini penciptaan lapangan kerja di sektor swasta sudah kembali ke masa pra-pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), lebih tinggi 140.000 dibandingkan Februari 2020. Tinggal sektor pemerintahan yang masih tertinggal, masih kurang 664.000 lapangan kerja lagi.
Kebangkitan ekonomi ini membuat pelaku pasar yakin bahwa tidak ada alasan bagi The Fed untuk menginjak rem. Dengan pasar tenaga kerja yang kuat, kebijakan moneter bisa diketatkan atas nama 'perang' melawan inflasi.
"Kami memperkirakan pasar akan bergerak volatil. Investor akan terus berspekulasi tentang apa yang bakal dilakukan The Fed," sebut risett Oxdford Economics, sebagaimana diwartakan Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA