Sinyal Positif Untuk IHSG, Bursa Asia Cerah!
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka bergairah pada perdagangan Jumat (8/7/2022). Pergerakan ini menyusul bursa saham Amerika Serikat (AS) yang juga bergairah pada perdagangan Kamis waktu setempat.
Indeks Nikkei Jepang dibuka menguat 0,51%, Hang Seng Hong Kong melonjak 1,33%, Shanghai Composite China bertambah 0,52%, Straits Times Singapura naik 0,25%, ASX 200 Australia terapresiasi 0,38%, dan KOSPI Korea Selatan melesat 1,02%.
Bursa Asia-Pasifik yang cenderung bergairah terjadi di tengah kembali bergairahnya bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan Kamis kemarin waktu setempat, jelang rilis data tenaga kerja yang menjadi salah satu indikator penting kesehatan ekonomi AS.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melesat 1,12% ke posisi 31.384,55, S&P 500 melejit 3.902,62, dan Nasdaq Composite terbang 2,28% ke 11.621,35.
Wall Street masih mampu menguat meski data yang dirilis pada Kamis kemarin menunjukkan klaim tunjangan pengangguran mingguan menjadi 235.000 klaim, tertinggi sejak 15 Januari lalu. Rilis tersebut juga lebih tinggi dari hasil survei yang dilakukan Dow Jones sebesar 230.000 klaim.
Inflasi yang tinggi serta kenaikan suku bunga yang agresif oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mulai menunjukkan menunjukkan dampaknya ke pasar tenaga kerja. Di bulan ini, The Fed bahkan akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 50 - 75 basis poin (bp).
Banyak investor merasa sulit mempercayai kenaikan tersebut karena kekhawatiran terhadap resesi terus membayangi Wall Street dan pasar keuangan global. Pelaku pasar memprediksikan bahwa musim rilis kinerja keuangan akan bergejolak bulan ini.
"Jadi, saya pikir kita masih memiliki musim panas ini untuk mengawasi apa yang dilakukan The Fed dan mengawasi apa yang terjadi pada kebijakan internasional untuk melihat arah inflasi," tutur Direktur Pelaksana UBS Private Wealth Management Alli McCartney dikutip CNBC International.
Pada malam hari ini waktu Indonesia, data tenaga kerja Negeri Paman Sam pada periode Juni 2022 akan dirilis. Data tersebut terdiri dari penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls/NFP), tingkat pengangguran, dan perubahan rata-rata upah per jam.
Data ini merupakan salah satu indikator yang digunakan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter, selain data inflasi tentunya.
Selain itu, Indeks Kesengsaraan (Misery Index) yang mengukur tingkat kesulitan ekonomi yang dirasakan masyarakat juga mulai menanjak. Data ini dipublikasikan oleh Federal Reserve Economic Data (FRED), mencapai 12% pada Mei lalu.
Level yang sama terjadi pada awal pandemi virus corona (Covid-19) dan awal krisis finansial 2008. Artinya, tingkat kesulitan ekonomi yang dirasakan sama seperti sebelum krisis finansial global dan awal pandemi Covid-19, dan keduanya berujung pada resesi di AS.
Selain itu, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) kembali mengalami inversi, yang menjadi sinyal awal terjadinya resesi. Inversi tersebut terjadi setelah yield Treasury tenor 2 tahun lebih tinggi ketimbang tenor 10 tahun.
Pada perdagangan kemarin, yield Treasury tenor 2 tahun mencapai posisi 3,014%, sedangkan yield Treasury tenor 10 tahun naik ke 2,996%.
Dalam kondisi normal, yield obligasi tenor lebih panjang akan lebih tinggi dari yield obligasi tenor pendek. Tetapi ketika inversi terjadi, maka posisinya terbalik.
Sebelumnya inversi juga terjadi pada April lalu, dan menjadi sinyal kuat akan terjadinya resesi di Negeri Paman Sam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)