Top Gainers-Losers
Ada BRPT di Top Gainers, NANO Betah di Top Losers

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat tipis pada perdagangan Kamis (7/7/2022) kemarin, di tengah isu resesi yang masih menjadi perhatian pasar.
Indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup naik tipis 0,09% ke posisi 6.652,587. Pergerakan IHSG bisa dibilang cukup volatil kemarin, terutama pada sesi I, di mana indeks sempat menyentuh zona koreksi.
Pada awal perdagangan sesi I kemarin, IHSG dibuka melemah 0,19% di posisi 6.634. Namun selang beberapa menit, IHSG langsung rebound. Sekitar pukul 10:00 WIB, IHSG menyentuh zona tertinggi intraday-nya di 6.682,667.
Tetapi sekitar pukul 10:30 WIB, IHSG kembali menyentuh zona merah hingga penutupan perdagangan sesi I kemarin. Pada sesi II, IHSG memang diperdagangkan di zona hijau, tetapi volatilitas masih cukup tinggi dan pada akhirnya indeks ditutup hanya menguat tipis-tipis.
Nilai transaksi indeks pada perdagangan kemarin mencapai sekitaran Rp 9 triliun dengan melibatkan 18 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 991 ribu kali. Sebanyak 302 saham menguat, 188 saham melemah, dan 189 saham stagnan.
Investor asing kembali melakukan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 715,74 miliar di pasar reguler pada perdagangan kemarin.
Di tengah naik tipisnya IHSG pada perdagangan kemarin, beberapa saham menjadi top gainers. Berikut sepuluh saham yang menjadi top gainers pada perdagangan Kamis kemarin.
![]() |
Saham emiten properti yakni PT Dafam Property Indonesia Tbk (DFAM) kembali memimpin jajaran top gainers kemarin, di mana harga sahamnya meroket 34,44% ke posisi Rp 242/saham.
Nilai transaksi saham DFAM pada perdagangan Kamis kemarin mencapai Rp 15,24 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 65,54 juta lembar saham. Investor asing kembali mengoleksi saham DFAM sebesar Rp 494,36 juta di pasar reguler.
Dengan ini, maka saham DFAM mencatatkan kenaikan harga yang signifikan dalam dua hari beruntun. Menurut data perdagangan, sejak perdagangan 6 Juni hingga kemarin, saham DFAM baru dua kali mencetak penguatan, sedangkan sisanya tercatat melemah.
Dalam sepekan terakhir, saham DFAM mencatatkan penguatan sebesar 52,2%, sedangkan dalam sebulan terakhir, saham DFAM masih ambruk 44,75%, dan sepanjang tahun ini, saham DFAM ambrol 36,98%.
Menilik ke belakang, harga saham DFAM sebelumnya sempat menyentuh level tertinggi setidaknya selama setahun terakhir di Rp 780/saham pada 7 April 2022. Setelah itu, saham DFAM cenderung turun ke bawah, kendati pernah mencuat ke Rp 580/saham pada 3 Juni lalu.
Jika melihat kinerja laporan keuangannya, pendapatan bersih DFAM turun 8,48% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp16,11 miliar per kuartal I 2022. DFAM sendiri masih merugi hingga Rp3,96 miliar, berkurang dari rugi bersih periode yang sama tahun lalu Rp5,52 miliar.
Sebagai informasi, Dafam Property berdiri sejak 2011, DFAM telah selesai menggarap proyek-proyek komersil dan hunian serta hotel dan resor yang tersebar dari Sabang hingga Merauke.
Adapun Dafam Property Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan properti, mulai dari perumahan, komersial, dan juga hotel & resort.
Selain saham DFAM, terdapat pula saham emiten energi dan holding multi sektor milik taipan Prajogo Pangestu yakni PT Barito Pacific Tbk (BRPT). Saham BRPT ditutup melonjak 11,89% ke posisi harga Rp 800/saham.
Nilai transaksi saham BRPT pada perdagangan kemarin mencapai Rp 80,65 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 104,9 juta lembar saham. Asing memburu saham BRPT sebesar Rp 6,3 miliar di seluruh pasar.
Menurut data perdagangan, sejak perdagangan 28 Juni hingga kemarin, saham BRPT sudah mencatatkan penguatan sebanyak tiga kali dan lima kali mengalami koreksi.
Dalam sepekan terakhir, saham BRPT terpantau melesat 5,96%. Sedangkan dalam sebulan terakhir, saham BRPT melemah 0,62%, dan sepanjang tahun ini terkoreksi 6,43%.
Dari kinerja keuangannya pada kuartal I-2022, BRPT mencatatkan laba bersih sebesar US$ 9,35 juta atau setara dengan Rp 134,17 miliar. Angka ini turun signifikan dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 45,43 juta (Rp 650,63 miliar).
Penurunan laba bersih ini terjadi meskipun secara top line pendapatan perusahaan meningkat 11,98% menjadi US$ 813,44 juta (Rp 11,67 triliun,) dari semula sejumlah US$ 726,36 juta (Rp 10,42 triliun) pada akhir Maret tahun lalu.
Penurunan laba ini salah satunya dipengaruhi oleh melonjaknya beban pokok pendapatan dan beban langsung perusahaan yang angkanya melonjak menjadi 83,83% dari total pendapatan di tahun 2022 ini, dari semula hanya sebesar 65,69% dari pendapatan tahun sebelumnya.
Beban kenaikan terbesar terjadi di sektor petrokimia yang nilai biaya pokok produksi (COGS) melonjak menjadi US$ 654,33 juta dari semula hanya sebesar US$ 452,42 juta.
Biaya pokok produksi yang membengkak merupakan dampak langsung yang ditanggung perusahaan akibat kenaikan harga minyak dan gas global yang terjadi di kuartal pertama tahun ini.