Batal Menguat, Rupiah Masih Pepet Rp 15.000/US$

Jakarta, CNBC indonesia - Rupiah nyaris sepanjang perdagangan mampu menguat melawan dolar Amerika Serikat dan tidak pernah mencicipi pelemahan. Tetapi di akhir perdagangan Kamis (7/7/2022) malah berakhir stagnan. Rupiah pun masih berada di dekat level psikologis Rp 15.000/US$ yang kemarin sempat dilewati.
Melansir data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka rupiah menguat 0,17% ke Rp 14.970/US$. Penguatan sempat bertambah menjadi 0,23% ke Rp 14.960/US$, tetapi di akhir perdagangan berada di Rp 14.995/US$, sama dengan penutupan kemarin.
Dengan demikian, rupiah sudah 8 hari perdagangan tidak pernah menguat.
Rilis data cadangan devisa Indonesia menjadi penggerak rupiah hari ini. Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa per akhir bulan lalu berada di US$ 136,4 miliar. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 135,6 miliar.
Cadangan devisa merupakan "amunisi" bagi BI untuk melakukan intervensi terhadap pergerakan rupiah jika mengalami tekanan yang besar. BI memiliki kebijakan triple intervention, yakni intervensi di pasar spot, obligasi, dan domestic non-deliverable forward (NDF).
Saat tekanan rupiah besar, cadangan devisa Indonesia justru mengalami peningkatan. Tetapi bukan berarti Bank Indonesia tidak melakukan intervensi. Sebab, kenaikan cadangan devisa bulan lalu karena penerbitan global bond pemerintah.
"Peningkatan posisi cadangan devisa pada Juni 2022 antara lain dipengaruhi oleh penerbitan global bond pemerintah serta penerimaan pajak dan jasa," sebut keterangan tertulis BI.
Namun, rupiah masih kesulitan menguat sebab indeks dolar AS terus menanjak naik. Pada perdagangan Rabu indeks yang mengukur kekuatan dolar AS tersebut naik 0,53% ke atas 107, menyentuh level tertinggi 20 tahun yang baru.
Kenaikan tersebut terjadi pasca rilis notula rapat kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed).
Tingginya inflasi membuat The Fed sangat agresif dalam menaikkan suku bunga. Seperti diketahui pada bulan lalu The Fed menaikkan suku bunga 75 basis poin menjadi 1,5% - 1,75%.
Kenaikan tersebut menjadi yang terbesar sejak 1994, dan di bulan ini akan kembali menaikkan sekitar 50 - 75 basis poin. Hal itu ditegaskan dalam rilis notula rapat kebijakan moneter The Fed dini hari tadi.
Bahkan, dalam notula tersebut tersurat The Fed bisa mengambil kebijakan lebih agresif lagi jika tekanan inflasi belum mereda.
"Para anggota dewan setuju bahwa prospek ekonomi memerlukan kebijakan yang ketat, dan mereka mengakui kebijakan yang lebih ketat lagi akan tepat diambil jika tekanan inflasi yang tinggi terus berlanjut," tulis notula tersebut sebagaimana dilansir CNBC International.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
