
Dibuka Merah, IHSG Parkir di Jalur Hijau

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir menguat pada penutupan perdagangan sesi I Kamis (7/7/2022). Namun penguatan IHSG masih relatif terbatas karena isu resesi menyelimuti pasar.
IHSG dibuka melemah 0,19% di posisi 6.634 dan berakhir di zona hijau dengan apresiasi 0,12% atau 7,99 poin ke 6.654,4 pada penutupan perdagangan sesi pertama pukul 11:30 WIB. Nilai perdagangan tercatat turun ke Rp 4,95 triliun dengan melibatkan lebih dari 11 miliar saham.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia (BEI), sejak perdagangan dibuka IHSG sudah berada di zona merah. Selang dua menit saja IHSG berbalik arah dan menguat 0,2% ke 6.662,14. Namun pukul 10:30 WIB IHSG terpantau kembali menapaki zona merah sebelum akhirnya berbalik arah kembali menghijau pada pukul 11:05 WIB.
Level terendah berada di 6.632,38 sesaat setelah perdagangan dibuka dan level tertinggi berada di 6.682,66 pukul 10:00 WIB. Mayoritas saham siang ini menguat yakni sebanyak 275 unit, sedangkan 211 unit lainnya melemah dan 173 sisanya stagnan.
Meski mampu menguat, isu resesi dunia masih akan terus menghantui pasar finansial global termasuk Indonesia. Terlebih, yield obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) kembali mengalami inversi.
Inversi tersebut terjadi setelah yield tenor 2 tahun (2,996%) lebih tinggi ketimbang tenor 10 tahun (2,934%). Dalam kondisi normal, yield tenor lebih panjang akan lebih tinggi, ketika inversi terjadi posisinya terbalik.
Sebelumnya inversi juga terjadi di bulan April lalu, dan menjadi sinyal kuat akan terjadinya resesi di Amerika Serikat akibat inflasi yang tinggi dan pengetatan moneter agresif.
Tingginya inflasi membuat bank sentral AS (The Fed) sangat agresif dalam menaikkan suku bunga. Seperti diketahui pada bulan lalu The Fed menaikkan suku bunga 75 basis poin menjadi 1,5% - 1,75%.
Kenaikan tersebut menjadi yang terbesar sejak 1994, dan di bulan ini akan kembali menaikkan sekitar 50-75 basis poin. Hal itu ditegaskan dalam rilis notula rapat kebijakan moneter The Fed dini hari tadi.
Bahkan, dalam notula tersebut tersurat The Fed bisa mengambil kebijakan lebih agresif lagi jika tekanan inflasi belum mereda.
The Fed dan bank sentral lainnya yang agresif menaikkan suku bunga diperkirakan membuat dunia mengalami resesi. Hal ini membuat harga minyak mentah merosot, baik West Texas Intermediate (WTI) dan Brent kini berada di bawah US$ 100/barel.
Pada hari ini pukul 06:59 WIB, harga minyak jenis brent berada di US$ 100,15 per barel. Ambles 2,55% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. Sementara yang jenislight sweetatau West Texas Intermediate (WTI), harganya US$ 98,21 per barel. Berkurang 1,38%.
Sementara, para ekonom yakin Produk Domestik Bruto (PDB) AS akan terkontraksi pada kuartal II-2022 yang menjadi indikasi resesi, sebab pada Januari - Maret sudah terjadi hal yang sama. Survei terhadap chief financial officer (CFO) yang dilakukan CNBC International awal Juni lalu menunjukkan sebanyak 68% melihat perekonomian AS diprediksi akan mengalami resesi di semester I-2023.
Sementara itu, bank investasi JP Morgan pada pertengahan Juni lalu mengatakan probabilitas AS mengalami resesi saat ini mencapai 85%, berdasarkan pergerakan harga di pasar saham.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000