Suku Bunga 3 Kali Naik, Kurs Dolar Australia Malah Jeblok

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Rabu, 06/07/2022 13:35 WIB
Foto: Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) kembali menaikkan suku bunga Selasa kemarin. Namun, kebijakan tersebut belum mampu mendongkrak kinerja dolar Australia yang justru melemah melawan rupiah.

Melansir data Refinitiv, dolar Australia kemarin merosot 0,8%, dan pada Rabu (6/7/2022) siang ini berada di kisaran Rp 10.190/US$, nyaris stagnan dari posisi penutupan kemarin.

RBA di bawah pimpinan Philip Lowe dalam pengumuman kebijakan moneter kemarin menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 1,35%. Dengan demikian, RBA sudah menaikkan suku bunga 3 bulan beruntun, dan berada di titik tertinggi sejak Mei 2019, atau sebelum pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19).


Dengan demikian, RBA sudah 3 bulan beruntun menaikkan suku bunga, bahkan dua kenaikan sebelumnya lebih tinggi dari prediksi.

Pada Juni, Reuters memprediksi RBA di bawah pimpinan Philip Lowe akan menaikkan 25 basis poin, ternyata sebesar 50 basis poin. Begitu juga di Mei, prediksi 15 basis poin, RBA ternyata menaikkan 25 basis poin.

Meski demikian, sepanjang tahun ini dolar Australia justru masih melemah 1,5% melawan rupiah.

Isu resesi membuat dolar Australia tertekan. Pergerakan mata uang Negeri Kanguru ini memang cenderung mengikuti ekspektasi perekonomian global. Kabar buruknya, dunia kini menghadapi risiko resesi, bahkan Australia diperkirakan mengalami juga.

"Banyak bank sentral saat ini mandatnya pada dasarnya berubah menjadi tunggal, yakni menurunkan inflasi. Kredibilitas kebijakan moneter merupakan aset yang sangat berharga yang tidak boleh hilang, sehingga bank sentral akan agresif menaikkan suku bunga," kata Rob Subbraman, kepala ekonom Nomura dalam acara Street Signs Asia CNBC International, Selasa (5/7/2022).

Subbraman memproyeksikan dalam 12 bulan ke depan zona euro, Inggris, Jepang, Australia, Kanada dan Korea Selatan juga akan mengalami resesi.

"Kenaikan suku bunga yang agresif artinya kita melihat kebijakan front loading. Dalam beberapa bulan kami telah melihat risiko resesi, dan sekarang beberapa negara maju benar-benar jatuh ke jurang resesi," tambah Subbraman.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Menguat, Pasar Modal RI Masih Jadi Pilihan Investor