Khawatir Resesi, IHSG Longsor 1,1%!
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir melemah pada penutupan perdagangan sesi I, Rabu (6/7/2022). Penyebabnya adalah kekhawatiran resesi yang menghantui pasar sehingga membuat investor memilih beralih ke aset-aset minim risiko.
IHSG dibuka melemah 0,17% di posisi 6.692 dan berakhir di zona merah dengan koreksi 1,1% atau 73,42 poin ke 6.629,83 pada penutupan perdagangan sesi pertama pukul 11:30 WIB. Nilai perdagangan tercatat naik ke Rp 6,12 triliun dengan melibatkan lebih dari 10 miliar saham.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia (BEI), sejak perdagangan dibuka IHSG sudah berada di zona merah. Sekitar pukul 09:30 WIB IHSG sempat menghijau meski tipis, namun pukul 10:27 IHSG terpantau anjlok 1,3% ke 6.6.10,05.
Seiring berjalannya perdagangan IHSG semakin melemah dan konsisten berada di zona merah hingga penutupan perdagangan. Level terendah berada di 6.602,9 pukul 10:30 WIB dan level tertinggi berada di 6.706,91 sesaat setelah perdagangan dibuka.
Mayoritas saham siang ini melemah yakni sebanyak 370 unit, sedangkan 153 unit lainnya melemah dan 140 sisanya stagnan.
Sentimen negatif untuk aset berisiko datang bertubi-tubi. Kekhawatiran akan terjadinya resesi masih menjadi sentimen yang dominan di pasar keuangan, ditambah lagi eskalasi geopolitik Rusia-Ukraina dan kebijakan proteksionisme berbagai negara sehingga membuat investor lebih memilih beralih ke aset-aset minim risiko.
Dolar AS yang menyandang status safe haven menjadi primadona. Indeks dolar AS pun melesat lebih dari 1% di level 106 yang merupakan posisi tertinggi dalam 20 tahun terakhir. Hal ini tentunya bisa membuat rupiah semakin terpuruk.
Perdagangan Selasa kemarin menjadi awal perdagangan Wall Street, setelah libur merayakan Hari Kemerdekaan. Meski kedua indeks utama Wall Street rebound, tetapi outlook perekonomian AS memberikan kekhawatiran kepada pelaku pasar.
Wall Street yang berfluktuasi juga belum bisa memberikan sentimen positif ke pasar Asia pada perdagangan hari ini. Malah, isu resesi dunia masih akan terus menghantui pasar finansial global termasuk Indonesia.
Para ekonom yakin Produk Domestik Bruto (PDB) AS akan terkontraksi pada kuartal II-2022 yang menjadi indikasi resesi, sebab pada Januari-Maret sudah terjadi hal yang sama.
Di lain sisi, Menteri Keuangan AS, Janet Yellen menggelar pertemuan virtual bersama Wakil Perdana Menteri China, Liu He untuk mendiskusikan masalah makroekonomi hari ini.
Sementara itu, pada Rabu siang waktu setempat atau Kamis dini hari waktu Indonesia, juga akan dirilis risalah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Bank sentral paling powerful di dunia ini akan kembali menaikkan sebesar 50-75 basis poin (bp), dan di akhirnya tahun suku bunga diproyeksikan berada di kisaran 3,25% - 3,5%.
Selain itu, jebloknya harga minyak mentah menjadi indikasi ketakutan pasar akan resesi dunia. Minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) ambrol 8,2% ke bawah US$ 100/barel, bahkan sebelumnya sempat merosot lebih dari 10%. Brent juga merosot hingga 9,5% ke US$ 102,77/barel.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum)