
Alert Untuk IHSG, Bursa Asia Dibuka Melemah!

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung melemah pada perdagangan Rabu (6/7/2022), di tengah cerahnya bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa kemarin waktu AS. Hanya indeks Straits Times Singapura yang terpantau menguat, yakni menguat 0,31% pada perdagangan hari ini.
Sedangkan sisanya berbalik melemah. Indeks Nikkei Jepang dibuka merosot 0,88%, Hang Seng Hong Kong melemah 0,28%, Shanghai Composite China terkoreksi 0,51%, ASX 200 Australia terpangkas 0,35%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,52%.
Bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah menandakan bahwa investor masih enggan memegang saham hingga waktu yang lebih lama karena kondisi makroekonomi global yang masih berubah-ubah. Di lain sisi, cenderung koreksinya bursa Asia-Pasifik terjadi di saat bursa saham AS, Wall Street secara mayoritas rebound pada perdagangan Selasa kemarin waktu AS.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,42% ke 30.967,82. Tetapi, indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite ditutup menghijau. S&P 500 naik 0,16% ke 3.831,39 dan Nasdaq melesat 1,75% ke 11.322,24.
Perdagangan Selasa kemarin menjadi awal perdagangan Wall Street, setelah libur merayakan Hari Kemerdekaan.
Meski kedua indeks utama Wall Street rebound, tetapi outlook perekonomian AS memberikan kekhawatiran kepada pelaku pasar. Dalam 5 pekan terakhir, Wall Street merosot sebanyak 4 kali, indeks S$P 500 sudah jeblok lebih dari 20% dari rekor tertingginya.
Para ekonom yakin Produk Domestik Bruto (PDB) AS akan terkontraksi di kuartal II-2022 yang menjadi indikasi resesi, sebab pada Januari - Maret sudah terjadi hal yang sama.
Di lain sisi, Menteri Keuangan AS, Janet Yellen menggelar pertemuan virtual bersama Wakil Perdana Menteri China, Liu He untuk mendiskusikan masalah makroekonomi hari ini.
"Pasar saham AS sudah memasukkan faktor perlambatan ekonomi, dan memperhitungkan fakta bahwa The Fed dipaksa menaikkan suku bunga yang memicu perlambatan," tutur penasihat ekonomi kepala Allianz Mohamed El-Erian kepada CNBC International.
Pekan ini, investor masih menunggu rilis data pekerjaan di Juni yang akan dirilis pada Jumat mendatang. Melansir prediksi analis Dow Jones, pertumbuhan pekerjaan baru di Juni hanya sekitar 250.000 pekerjaan yang melambat dari bulan sebelumnya sebanyak 390.000 pekerjaan di Mei. Meski begitu, analis masih memprediksikan angka pengangguran tetap di 3,6%.
Sementara itu pada Rabu siang waktu setempat atau Kamis dini hari waktu Indonesia, juga akan dirilis risalah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Bank sentral paling powerful di dunia ini akan kembali menaikkan sebesar 50 - 75 basis poin (bp), dan di akhirnya tahun suku bunga diproyeksikan berada di kisaran 3,25% - 3,5%.
Masalah muncul di sini, suku bunga yang dianggap pro pertumbuhan berada di bawah 2,5%, sementara di atasnya akan memicu kontraksi ekonomi.
Maklum saja, dengan suku bunga tinggi, kredit akan seret, ekspansi dunia usaha juga akan melambat, begitu juga dengan belanja konsumen yang akan semakin tertekan.
Alhasil, Negeri Paman Sam diperkirakan akan mengalami resesi. Negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia ini bahkan diperkirakan akan mengalami resesi yang panjang, meski kontraksi ekonominya tidak akan dalam.
Di lain sisi, harga minyak mentah yang terpantau ambruk menjadi indikasi ketakutan pasar akan resesi dunia. Minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) ambrol 8,2% ke bawah US$ 100/barel, bahkan sebelumnya sempat merosot lebih dari 10%. Brent juga merosot hingga 9,5% ke US$ 102,77/barel.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam
