Duit Berhamburan Keluar dari Indonesia, Berapa Jumlahnya?

Maesaroh, CNBC Indonesia
05 July 2022 14:45
rupiah
Foto: REUTERS/Willy Kurniawan

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham dan obligasi negara berkembang Asia, di luar China, mengalami goncangan hebat pada kuartal lalu. Kenaikan suku bunga acuan bank sentral negara maju serta lonjakan inflasi membuat investor asing memilih kabur dari Asia.

Dilansir dari The Business Times, arus modal asing keluar (capital outflow) dari tujuh pasar saham negara Asia pada kuartal terakhir menembus US$ 40 miliar ekuitas atau sekitar Rp 599,4 triliun (kurs Rp 14.985/US$). Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan periode tiga bulan selama periode sistemik sejak 2007.

Tujuh negara tersebut adalah India, Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Thailand. Jumlah US$ 40 miliar merupakan total outflow selama tiga bulan jika dibandingkan dengan tiga periode sistemik sebelumnya.

Tiga periode sistemik tersebut adalah krisis keuangan global 2008, periode taper tantrum 2013-2015, dan siklus kenaikan suku bunga acuan The Fed pada 2018.

Outflow terbesar di pasar saham tercatat di Taiwan dan Korea Selatan, dua negara yang berorientasi ekspor di sektor teknologi. Outflow dalam jumlah besar juga terjadi di pasar saham India, negara importir komoditas. Arus modal asing keluar terbesar di pasar obligasi terjadi di Indonesia.

Fund manager memilih kabur dari negara-negara tersebut karena dianggap memiliki risiko tinggi. Lonjakan inflasi serta kenaikan suku bunga di tingkat global membuat outlook pertumbuhan global melemah. Kekhawatiran resesi dan gangguan rantai pasok di Eropa dan China juga menjadi alasan lain kaburnya investor asing. Mereka memilih mencari instrumen investasi yang lebih aman seperti dolar Amerika Serikat (AS).

"Kita melihat investor masih hati-hati terhadap negara berorientasi ekspor di sektor teknologi. Sektor tersebut masih belum pasti ke depannya karena resesi," tutur Pruksa Iamthongthong, direktur investment untuk pasar saham Asia dari Abrdn plc in Singapore, dikutip dari The Business Times.

Dana asing yang keluar dari pasar saham Taiwan mencapai US$ 17 miliar, lebih tinggi dari tiga periode penting sebelumnya. Sementara itu, outflow dari pasar saham India menembus US$ 15 miliar dan Korea Selatan mencapai US$ 9,6 miliar.

Dari sejumlah saham, saham perusahaan berbasis teknologi menjadi yang paling banyak dibuang asing. Saham tersebut menguasai setengah dari benchmark pasar saham Taiwan dan sepertiga di Korea. Saham perusahaan berbasis teknologi kurang diminati lagi karena perlambatan ekonomi global serta valuasi tinggi menyusul keuntungan mereka selama pandemi Covid-19.

Pelemahan yen juga membuat pasar saham Taiwan dan Korea ambruk karena Jepang menjadi tujuan ekspor utama mereka. Pelemahan yen membuat produk Taiwan dan Korea lebih mahal sehingga mereka bisa kehilangan market share saat bersaing dengan produk dalam negeri Jepang.

Sementara itu, outflow dari India terjadi karena lonjakan impor akibat kenaikan harga minyak mentah dunia. Impor tidak hanya melambungkan inflasi tapi juga memperlebar defisit transaksi berjalan.

Impor minyak mentah India pada Mei tahun ini menembus US$ 18,14 miliar, meloncat 93% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Impor minyak mentah yang sangat besar diperkirakan akan memperlebar defisit transaksi berjalan menjadi 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk tahun fiskal 2022/2023.

Bank sentral India (RBI) memperkirakan outflow di pasar keuangan India bisa menembus US$ 100,6 miliar per tahun atau 3,2% dari PDB.

"Dua kesialan kini menimpa pasar Asia yakni pengetatan likuiditas di negara maju serta lonjakan harga minyak. Faktor ini akan membebani mata uang negara Asia dan mengurangi arus modal masuk ke pasar Asia," tutur Manishi Raychaudhuri, kepala riset ekuitas untuk Asia Pasifik di BNP Paribas dii Hong Kong.

Berbeda dengan pasar saham, inflow masih terjadi di pasar obligasi sejumlah negara Asia seperti Korea Selatan dan Thailand. Indonesia menjadi negara yang paling banyak ditinggal investor asing di pasar obligasi. Total dana asing yang keluar dari pasar obligasi Indonesia menembus US$ 3,1 miliar pada kuartal lalu.

Investor asing meninggalkan Indonesia bukan karena faktor fundamental domestik tetapi lebih karena kekhawatiran resesi.

Data Bank Indonesia menunjukkan hingga semester satu tahun ini, terjadi outflow di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 111,12 triliun sementara di pasar saham masih terjadi inflow Rp 61,82 triliun.


Outflow dari pasar keuangan Asia diperkirakan masih akan berlanjut, terutama karena kebijakan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yang agresif. Kenaikan tersebut membuat dollar AS dan yield surat utang pemerintah AS menguat.

"Tidak ada yang salah dengan negara-negara tersebut. Capital outflow terjadi karena kebijakan The fed dan bank sentral di sejumlah negara," tutur Mark Matthews, kepala riset Asia-Pasifik dari Bank Julius Baer.

Duncan Tan, dari DBS Group Holdings, juga memperkirakan outflow dari pasar obligasi diperkirakan masih akan terjadi pada semester kedua tahun ini. Pasalnya, obligasi perusahaan negara berkembang berdenominasi dolar AS menjadi kurang menarik karena selisih keuntungan mengecil dibandingkan dengan surat utang pemerintah AS.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular