Rupiah Lemas Dekati Rp 15.000/US$, Ini Penjelasan BI

Maesaroh, CNBC Indonesia
05 July 2022 08:44
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah sudah merosot dalam lima hari beruntun dan semakin mendekati level psikologis Rp 15.000/US$. Menyusul pelemahan rupiah, Bank Indonesia (BI) memastikan bank sentral akan menjaga nilai tukar sesuai fundamentalnya.

Pada penutupan perdagangan kemarin, rupiah berada di Rp 14.965/US$, melemah 0,2% di pasar spot. Rupiah kini berjarak 0,23% saja dari level psikologis Rp 15.000/US$.

Mata uang Garuda sudah merosot dalam 4 pekan beruntun dengan total 3,5% serta amblas 4,78% sepanjang tahun ini (year to date/ytd).




Pelemahan nilai tukar rupiah dipicu oleh kekhawatiran terjadinya resesi. Laporan Nomura Holdings Inc memperkirakan Uni Eropa, Inggris, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Kanada akan mengalami resesi dalam waktu dekat. Mereka akan menyusul Amerika Serikat (AS) yang diramal akan masuk jurang resesi pada kuartal IV tahun ini.

Negara-negara di Uni Eropa, Inggris, Jepang, Korea Selatan, Australia, ataupun Kanada paling lambat akan masuk ke jurang resesi pada 12 bulan mendatang. Resesi terjadi akibat dari perlambatan ekonomi, pengetatan kebijakan fiskal dan moneter, serta lonjakan biaya hidup.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan pelemahan rupiah sejalan dengan mata uang negara berkembang lainnya. "Pelemahan nilai tukar searah dengan mata uang negara berkembang lainnya, bahkan secara year to date relatif lebih baik (-4.7% ytd per 4 Juli 2022)," tutur Dody, kepada CNBC Indonesia.

Melansir data Refinitiv, nilai tukar negara berkembang seperti bhat Thailand dan ringgit Malaysia dalam setahu terakhir amblas 5,6% dan 6,9%.



Dody menegaskan BI akan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Sebagai bagian dari upaya menjaga nilai tukar, BI juga akan memastikan inflasi terkendali. Inflasi Indonesia menembus 4,35% (year on year/yoy) pada Juni tertinggi sejak Juni 2017.

Inflasi merupakan salah satu fundamental ekonomi Indonesia yang menjadi pertimbangan investor. Semakin tinggi inflasi maka real rate yang didapat investor makin kecil sehingga Indonesia menjadi kurang menarik bagi investor.

"Untuk mitigasi risiko tekanan, BI memperkuat kebijakan nilai tukar rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan mendukung pengendalian inflasi dengan tetap memperhatikan bekerjanya mekanisme pasar dan nilai fundamentalnya," imbuh Dody.


(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar AS Tembus Rekor Tertinggi 20 Tahun, Rupiah Jadi Korban?

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular