Inflasi Meninggi, IHSG Merah!
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir melemah pada penutupan perdagangan sesi I, Jumat (1/7/2022). Rilis data inflasi menjadi pemberat laju IHSG.
IHSG dibuka menguat 0,11% di posisi 6.919,07 dan berakhir di zona merah dengan depresiasi 0,94% atau 65,21 poin ke 6.846,36 pada penutupan perdagangan sesi I pukul 11:30 WIB. Nilai perdagangan tercatat turun ke Rp 5,63 triliun dengan melibatkan lebih dari 10 miliar saham.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia (BEI), sejak perdagangan dibuka IHSG sudah berada di zona hijau, namun setelah 5 menit perdagangan IHSG kembali berbalik arah ke zona merah dan terus melanjutkan perlemahan hingga penutupan perdagangan.
Level terendah berada di posisi 6.829,83 pada pukul 11:00 WIB dan level tertinggi berada di 6.940,98 sesaat setelah perdagangan dibuka. Mayoritas saham siang ini melemah yakni sebanyak 415 unit, sedangkan 127 unit lainnya menguat dan 141 sisanya stagnan.
Kekhawatiran investor akan kondisi makroekonomi global saat ini masih cenderung besar, sehingga mereka cenderung kembali melepas aset berisiko dan beralih memburu aset safe havens eperti obligasi pemerintah. Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat pada perdagangan Kamis (30/6/2022), menandakan bahwa investor cenderung khawatir dengan kondisi ekonom.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono melaporkan inflasi pada Juni 2022 tercatat 0,61% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Inflasi tahun kalender adalah 3,19%
Secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi Juni 2022 berada di 4,35%. Lebih tinggi dibandingkan Mei 2022 yang 3,55% sekaligus jadi yang tertinggi sejak Juni 2017.
Sejak awal tahun, sentimen negatif untuk aset berisiko datang bertubi-tubi. Mulai dari inflasi yang membuat ekonomi overheat dan terancam stagflasi, perang Rusia-Ukraina hingga pengetatan moneter.
Faktor risiko yang masih terus diperhatikan adalah berlanjutnya tensi geopolitik Rusia-Ukraina, kebijakan proteksionisme yang memicu krisis pangan global serta agresivitas pengetatan moneter global.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum)