
Dolar AS Nanjak Terus, Rupiah Kian Dekati Level Rp 15.000/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah kembali terlibas oleh dolar Amerika Serikat (AS) hingga di pertengahan perdagangan pertama semester II tahun ini (1/7/2022). Keperkasaan dolar AS di pasar spot karena keagresifan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) diprediksikan akan mengancam mata uang di Asia.
Melansir Refinitiv, rupiah di sesi awal perdagangan terkoreksi 0,1% ke Rp 14.910/US$. Sayangnya, rupiah kembali melemah lebih tajam menjadi 0,44% ke Rp 14.960/US$ pada pukul 11:00 WIB.
Di sepanjang tahun ini, indeks dolar AS berhasil menguat tajam 9,23% terhadap 6 mata uang lainnya dan telah menguat 0,66% secara mingguan. Pukul 11:00 WIB, indeks dolar kembali melanjutkan keperkasaanya, di mana menguat 0,23% ke posisi 104,921.
Keperkasaan si greenback didukung oleh meningkatnya kekhawatiran akan perlambatan ekonomi AS dan potensi resesi, wajar saja jika rupiah pun tertekan.
Fundamentalnya, kemarin telah dirilis beberapa data ekonomi AS yang menunjukkan tanda perlambatan ekonomi AS. Belanja konsumen AS yang menyumbang lebih dari dua pertiga kegiatan ekonomi AS, naik 0,2% ketimbang bulan lalu dan kurang dari yang diperkirakan oleh analis Reuters di 0,4%.
Sementara itu, inflasi berdasarkan indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) per Mei naik 0,6% ketimbang bulan lalu. Secara tahunan (yoy), indeks harga PCE naik 6,3%.
Dengan begitu, adanya perlambatan pada belanja konsumen karena inflasi melonjak, meningkatkan kekhawatiran akan perlambatan ekonomi AS hingga potensi resesi. Hal tersebut juga dikonfirmasi oleh Michael Pearce, ekonom senior AS di Capital Economics, yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS untuk periode April-Juni turun ke tingkat tahunan sebesar 1%.
Angka tersebut jauh di bawah tren tingkat pertumbuhan AS yang biasanya diperkirakan sekitar 2%.
"Kami memperkirakan pertumbuhan tetap di bawah tren selama paruh kedua tahun ini juga," tulis Pearce dikutip dari Reuters.
The Fed telah menaikkan suku bunga sebesar 150 basis poin sejak Maret, dengan setengahnya terjadi bulan lalu dalam kenaikan terbesar bank sentral sejak 1994. Investor bertaruh pada besaran kenaikan sebesar 75 basis poin pada akhir bulan ini.
Sementara bank sentral Asia telah berubah lebih hawkish baru-baru ini untuk mengendalikan lonjakan harga, tapi pertumbuhan ekonominya masih dinilai baik dan inflasi yang relatif terkendali. Sehingga, kenaikan suku bunga diprediksikan belum akan seagresif yang dilakukan oleh The Fed.
"Kenaikan suku bunga (di Asia) pada akhirnya akan menjadi kuantum yang lebih kecil dan pada kecepatan yang lebih lambat dibandingkan dengan Fed AS. Jadi, perbedaan suku bunga kebijakan akan terus bergerak melawan Asia," Duncan Tan, Ahli Strategi Tarif di DBS Bank.
Sebanyak 13 analis dan ahli strategi yang diwawancarai pekan ini oleh Reuters, lebih dari setengahnya memperkirakan mata uang Asia akan tetap di bawah tekanan selama pengetatan Fed yang agresif berlanjut.
Terkoreksinya Mata Uang Garuda telah teridentifikasi pada pasar Non-Deliverable Forward (NDF). Rupiah bergerak melemah cukup tajam jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan pada kemarin (30/6).
Periode | Kurs Kamis (30/6) pukul 15:13 WIB | Kurs Jumat (1/7) pukul 11:05 WIB |
1 Pekan | Rp14.904,5 | Rp14.965,5 |
1 Bulan | Rp14.916,0 | Rp14.986,0 |
2 Bulan | Rp14.932,8 | Rp15.000,5 |
3 Bulan | Rp14.944,0 | Rp15.031,0 |
6 Bulan | Rp14.996,0 | Rp15.091,0 |
9 Bulan | Rp15.042,0 | Rp15.126,0 |
1 Tahun | Rp15.112,7 | Rp15.198,0 |
2 Tahun | Rp15.533,0 | Rp15.682,0 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer