
Awali Semester Dua, IHSG Bergerak Galau Pagi Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat 0,11% ke 6.919,07 pada perdagangan pagi ini, Jumat (1/7/2022).
Namun IHSG bergerak galau kemudian. Pada 09.06 WIB, setelah IHSG sempat mencicipi zona merah sejenak terpantau indeks acuan nasional terapresiasi 0,13% ke 6.921,17.
Semalam tiga indeks saham acuan AS ditutup terkoreksi. Indeks Dow Jones dan S&P 500 terkoreksi 0,8% sedangkan Nasdaq Composite memimpin pelemahan dengan koreksi lebih dari 1%.
Koreksi di pasar saham justru terjadi ketika yield obligasi pemerintah AS 10 tahun mengalami penurunan dan bergerak mendekati 3%.
Ancaman terjadinya stagflasi yaitu kondisi di mana pertumbuhan ekonomi yang rendah dan inflasi tinggi sedang membayangi AS dan membuat aset berisiko kurang diminati.
Rilis data Core PCE AS menunjukkan inflasi di AS naik 4,7% secara tahunan pada Mei 2022. Angka tersebut lebih rendah dari 4,9% pada bulan sebelumnya.
Meskipun inflasi sepertinya sudah menunjukkan tanda peak, tetapi ekonomi AS mengalami kontraksi 1,6% pada kuartal I-2022 dan banyak yang menilai ini adalah imbas dari kenaikan inflasi yang tinggi.
Ancaman stagflasi tersebut merambat ke dunia dan membuat indeks saham global mengalami koreksi yang tajam di semester I 2022.
Namun hingga akhir Juni 2022, IHSG menorehkan kinerja positif. IHSG memberikan return sebesar 5,02% hingga akhir Juni 2022. Capaian tersebut menghantarkan IHSG menjadi indeks saham dengan imbal hasil terbaik di kawasan Asia Pasifik.
Ranking IHSG dibandingkan indeks saham global lainnya juga terbilang baik. IHSG sukses menduduki peringkat kelima terbaik dunia dari sisi return.
Apabila IHSG tidak mengalami koreksi 4 hari beruntun di pekan ini, sebenarnya peluang IHSG menjadi 3 teratas sangat besar.
Namun mau bagaimana lagi, sentimen eksternal yang tidak mendukung membuat IHSG gagal masuk 3 besar.
Sejak awal tahun, sentimen negatif untuk aset berisiko datang bertubi-tubi mulai dari inflasi yang membuat ekonomi overheat dan terancam stagflasi, perang Rusia-Ukraina hingga pengetatan moneter.
Dolar AS yang terus menguat juga membuat nilai tukar rupiah menjadi tumbal. Sepanjang tahun ini rupiah telah terdepresiasi lebih dari 4%.
Imbal hasil (yield) SBN 10 tahun juga naik lebih dari 50 basis poin (bps). Kenaikan yield mencerminkan harga aset pendapatan tetap yang terkoreksi.
Dengan pelemahan rupiah dan harga SBN, memang patut disyukuri IHSG masih tangguh dengan kinerja positif.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000