
Indeks Dolar AS Jeblok, Rupiah Bisa Jauhi Rp 14.900/US$?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah 0,31% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.895/US$ Kamis kemarin, sekaligus membukukan pelemahan 3 hari beruntun.
Pada perdagangan Jumat (1/7/2022), rupiah berpeluang menguat melihat indeks dolar AS yang turun 0,4% pada perdagangan Kamis setelah menguat lebih dari 1% dalam dua hari perdagangan sebelumnya.
Inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) yang menjadi acuan bank sentral AS (The Fed) dalam menaikkan suku bunga kembali melandai, meski masih tinggi.
Data dari Departemen Perdagangan AS menunjukkan inflasi inti PCE di Mei tumbuh 4,7% (year on year/yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya 4,9%, dan sudah menurun dalam 3 bulan beruntun.
Sementara itu dari dalam negeri pelaku pasar kini menanti rilis data inflasi berdasarkan consumer price index (CPI).
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 14 institusi memperkirakan inflasi Indonesia diperkirakan mencapai 0,44% (month to month/mtm) pada Juni tahun ini, meningkat dibandingkan 0,4% pada Mei lalu. Inflasi secara tahunan (yoy) juga diperkirakan melonjak.
Inflasi secara tahunan diperkirakan menembus 4,15%. Level tersebut akan menjadi yang tertinggi sejak Juni 2017 atau dalam lima tahun terakhir di mana pada saat itu inflasi tercatat 4,37%.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan inflasi di bulan Juni merangkak naik karena meningkatnya inflasi komponen inti dan kelompok barang bergejolak.
"Kenaikan inflasi inti disebabkan oleh peningkatan konsumsi domestik, diikuti dengan kenaikan harga emas global. Di sisi lain, beberapa harga pangan masih mencatatkan kenaikan sepanjang bulan Juni," tutur Josua, kepada CNBC Indonesia.
Rilis data inflasi inti juga akan mempengaruhi outlook suku bunga Bank Indonesia.
Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR sejak 15 Juni lalu menembus ke atas resisten kuat di kisaran Rp 14.730/US$ yang merupakan Fibonacci Retracement 61,8%. Sejak saat itu, rupiah terus mengalami tekanan.
Fibonacci Retracement tersebut ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
![]() Foto: Refinitiv |
Rupiah sampai saat ini masih berada di atas Rp 14.730/US$, yang memberikan tekanan semakin besar.
Resisten terdekat berada di kisaran Rp 14.900/US$, jika ditembus rupiah berisiko melemah ke Rp 14.930/US$ hingga 14.950/US$, sebelum menuju Rp 15.000/US$
Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian kini bergerak naik dan mencapai wilayah jenuh beli (overbought).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
![]() Foto: Refinitiv |
Stochastic yang berada di wilayah jenuh beli memberikan peluang penguatan rupiah. Apalagi, stochastic pada grafik 1 jam yang digunakan untuk memproyeksikan pergerakan harian sudah berada di dekat wilayah jenuh beli, sehingga ruang penguatan rupiah menjadi lebih besar.
Rupiah saat ini masih tertahan support, di kisaran Rp 14.860/US$ hingga Rp14.850/US$, jika ditembus, ada peluang ke Rp 14.820/US$ - Rp 14.800/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Kabar Gembira di Awal 2023, Rupiah Siap Ngegas!
