Akhir Pekan Bursa Asia Pesta Pora! KOSPI-Hang Seng Melesat 2%

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Jumat, 24/06/2022 17:00 WIB
Foto: Karyawan Bursa Korea (KRX) berpose di depan indeks harga saham akhir selama kesempatan berfoto untuk media di acara penutupan seremonial pasar saham 2018 di Seoul, Korea Selatan, 28 Desember 2018. REUTERS / Kim Hong- Ji

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik ditutup cerah bergairah pada perdagangan Jumat (24/6/2022) akhir pekan ini, ditopang oleh melesatnya saham teknologi.

Indeks KOSPI memimpin penguatan bursa Asia-Pasifik pada hari ini, di mana indeks bursa saham acuan Negeri Ginseng tersebut ditutup melejit 2,26% ke posisi 2.366,6. Sedangkan indeks Hang Seng Hong Kong menjadi runner up, dengan ditutup melonjak 2,09% ke 21.719,06.

Beberapa saham teknologi China yang terdaftar di bursa Hong Kong menjadi penopangnya, seperti saham SenseTime melonjak 4,74% dan saham Xpeng terbang 7,32%.


Sedangkan dari Jepang, indeks Nikkei ditutup melonjak 1,23% ke posisi 26.491,97, ditopang oleh kenaikan saham konglomerat Softbank Group yang melesat 2,37%.

Hal ini terjadi setelah Kepala Eksekutif SoftBank Group, Masayoshi Son mengatakan bahwa perusahaan perancang chip Arm kemungkinan besar akan listing di indeks Nasdaq, meskipun keputusannya belum final.

"Sebagian besar klien Arm berbasis di Silicon Valley dan ... pasar saham di AS akan senang memiliki Arm," kata Son di hadapan para investor di rapat umum pemegang saham tahunan perusahaan, menurut Reuters.

Sementara untuk bursa Asia-Pasifik lainnya juga ditutup di zona hijau. Indeks Shanghai Composite China ditutup melesat 0,89% ke 3.349,75, Straits Times Singapura menguat 0,61% ke 3.111,65, ASX 200 Australia melaju 0,77% ke 6.578,7, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir terapresiasi 0,64% ke posisi 7.042,937.

Dari Jepang, data inflasi pada periode Mei 2022 telah dirilis pada hari ini. Berdasarkan data dari bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ), inflasi dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) Jepang pada bulan lalu naik 2,5% secara tahunan (year-on-year/yoy).

Sedangkan secara bulanan (month-on-month), IHK Jepang pada bulan lalu hanya naik 0,2%, dari sebelumnya pada April lalu yang naik 0,4%.

Sedangkan IHK inti Negeri Sakura pada bulan lalu, yang tidak memasukkan harga makanan segar yang mudah menguap tetapi termasuk biaya bahan bakar, naik 2,1% (yoy).

Adapun untuk inflasi di luar bahan makanan dan energi kembali naik 0,8% (yoy) pada bulan lalu. Beberapa data inflasi tersebut berada di atas target BoJ yakni sebesar 2%.

"Harga pangan naik cukup signifikan bahkan ketika pertumbuhan upah masih melambat. Hal ini dapat merugikan konsumen dan membuat peritel ragu-ragu untuk membebankan biaya lebih lanjut kepada konsumen," kata Takumi Tsunoda, ekonom senior di Shinkin Central Bank Research Institute, sebagaimana dikutip dari Reuters.

Naiknya harga bahan bakar dan makanan, yang disebabkan karena adanya perang Rusia-Ukraina dan pelemahan yen yang meningkatkan biaya impor, diperkirakan akan menjaga inflasi konsumen inti Jepang di atas target 2% BoJ untuk sebagian besar tahun ini.

Gubernur BoJ, Haruhiko Kuroda telah berulang kali mengatakan bahwa BoJ akan tetap menjaga kebijakan moneter ultra-longgar sampai permintaan domestik yang kuat dan pertumbuhan upah yang kuat menjadi pendorong utama inflasi.

"Pasar akan menemukan stabilitas yang lebih besar ketika indikator utama dan data inflasi mulai mengalami penurunan," kata Viktor Shvets, kepala strategi global dan Asia di Macquarie Capital, dikutip dari CNBC International.

"Saat ini, pasar lebih banyak ketakutan terhadap resesi daripada inflasi. Tetapi saya pikir, dalam tiga hingga enam bulan ke depan, kita akan menemukan apakah kita akan melewati resesi, atau jauh lebih dalam dari itu," tambah Shvets.

Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), kontrak berjangka (futures) indeks bursa AS juga cenderung menguat di sesi awal perdagangan hari ini, di mana bursa saham AS tampaknya akan berada pada pekan yang positif di tengah gejolak yang terjadi.

Meski Wall Street terlihat cerah pada perdagangan kemarin dan cenderung kembali terjadi pada hari ini, tetapi investor masih khawatir akan terjadinya resesi, perlambatan ekonomi global, dan suku bunga acuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang merangkak naik.

Sejumlah lembaga memperkirakan resesi akan datang. UBS menaikkan pertaruhannya bahwa kemungkinan datangnya resesi kini menjadi 69% sementara Citigroup menjadi 50%.

Indikator ekonomi AS terus menunjukkan pemburukan, mulai dari inflasi, penjualan ritel, hingga penjualan rumah. Namun, klaim pengangguran mulai menurun.

Kemarin, Departemen Tenaga Kerja AS mengumumkan jumlah warga AS yang mengirim permohonan tunjangan pengangguran melandai 2.000 ke 229.000 untuk pekan yang berakhir pada 18 Juni. Jumlah tersebut turun dari 231.000 pada pekan lalu.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(chd/vap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Menguat, Pasar Modal RI Masih Jadi Pilihan Investor