Negara dengan Utang Besar Bakal Paling Menderita Saat Ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia kini dihadapkan dengan ancaman stagflasi, yaitu fenomena merosotnya perekonomian yang disertai dengan inflasi tinggi. Negara dengan beban utang tinggi akan paling menderita.
Kepala Ekonom Bank Dunia Indonesia dan Timor Leste Habib Rab kembali membawa ingatan ke era 1970-an, di mana inflasi global saat itu mencapai puncak tertinggi menyentuh 14,4% sehingga disebut sebagai era hiperinflasi. Pendorong utamanya, kenaikan harga minyak dunia.
Peningkatan risiko stagflasi membuat resesi ekonomi akan sulit dihindari. Risiko stagflasi cukup besar dengan konsekuensi yang berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi negara berpenghasilan rendah dan menengah.
"Terakhir kali dunia mengalami stagflasi pada awal 1970-an. Stagflasi saat itu menciptakan badai yang besar bagi pembuat kebijakan," jelas Rab dalam sebuah webinar, dikutip Kamis (23/6/2022).
"Kebijakan ekonomi harus dibuat akomodatif, sementara inflasi yang tinggi membutuhkan kebijakan ekonomi yang lebih ketat, dan kebijakan yang lebih ketat di tengah beban utang yang tinggi oleh banyak negara menimbulkan risiko," ujarnya lagi.
Beban utang yang terlalu tinggi tidak memberikan pemerintah dalam satu negara banyak pilihan dalam mengelola inflasi. Kenaikan harga komoditas internasional akan langsung ditujukan ke masyarakat.
Oleh karena itu, Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini hanya tumbuh 2,9% tahun ini, menurun signifikan dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi global 2021 yang mampu mencapai 5,7%.
"Kinerja ekonomi global di tahun depan juga diperkirakan akan bergerak lebih flat atau tidak ada rebound," jelas Rab lagi.
Berikut sederet negara dengan beban utang tinggi:
(mij/mij)