Duh! Sentimen Pasar Memburuk Lagi, Yield SBN Berbalik Turun

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Rabu, 22/06/2022 18:45 WIB
Foto: US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)

Jakarta, CNBCIndonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat pada perdagangan Rabu (22/6/2022), karena sentimen risk-off kembali menghantui pasar global pada hari ini.

Mayoritas investor ramai memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield). Hanya SBN tenor 15 tahun yang cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya yield dan menguatnya harga.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 15 tahun naik 0,3 basis poin (bp) ke 7,523% pada perdagangan hari ini. Sedangkan untuk yield SBN berjangka panjang yakni tenor 25 tahun dan 30 tahun stagnan di posisi masing-masing 7,594% dan 7,401%.


Sementara untuk yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara berbalik melemah 2 bp ke 7,494% pada perdagangan hari ini.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Investor yang sebelumnya sempat optimis, pada hari ini kembali khawatir bahwa kondisi ekonomi global masih berpotensi memburuk.

Alhasil, aset berisiko di global seperti saham dan kripto kembali terdampak, di mana pasar saham global kembali terkoreksi, sedangkan pasar kripto terkoreksi tipis tetapi masih cenderung stabil.

Koreksinya kembali pasar saham dan kripto global terjadi karena investor kembali melakukan aksi jual (sell-off) dan cenderung kembali memburu aset safe haven, seperti obligasi pemerintah atau emas.

Apalagi saat ini, yield obligasi pemerintah dinilai sudah cukup tinggi sehingga dapat menjadi daya tarik investor di tengah ketidakpastian kondisi global.

Hal ini juga dapat dilihat dari cenderung melemahnya yield obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS), US Treasury pada hari ini.

Dilansir dari CNBC International, yield Treasury tenor 10 tahun melemah 9,1 bp ke level 3,214% pada pagi hari ini waktu AS, dari sebelumnya pada perdagangan Selasa kemarin di 3,305%.

Investor khawatir bahwa dengan masih meningginya inflasi dan semakin agresifnya bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), membuat perekonomian di AS berpotensi mengalami resesi.

Sebelumnya pada pekan lalu, bank sentral AS (The Federal Reserve/Fed) menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bp). Hal ini dilakukan oleh bank sentral Negeri Paman Sam untuk mendinginkan inflasi yang kembali melonjak pada bulan lalu.

Saat ini, pelaku pasar akan berfokus pada pidato dari Ketua The Fed, Jerome Powell di hadapan Kongres AS.

Sementara itu di Indonesia, investor akan menanti kebijakan moneter terbaru dari Bank Indonesia (BI), meski mereka memperkirakan bahwa BI masih akan mempertahankan suku bunga acuannya di level 3,5%.

Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan suku bunga acuan BI bertahan di 3,5%. Dari 13 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut hanya satu yang memproyeksi BI akan menaikkan suku bunga acuan bulan ini.

Bila BI nantinya memang tetap mempertahankan BI 7-DRRR, berarti suku bunga acuan sebesar 3,5% akan bertahan selama 16 bulan terakhir. Level 3,5% adalah suku bunga acuan terendah dalam sejarah Indonesia.

BI sejauh ini menempuh jalan menaikkan Giro Wajib Minum (GWM) secara bertahap hingga September nanti. Kebijakan tersebut diperkirakan akan menyerap likuiditas di perekonomian sebesar Rp 110 triliun.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Modal Pasar Saham & SBN Tarik Investor Saat Iran-Israel Panas