Ngeri! Ini yang Terjadi Jika Negara Bangkrut Akibat Utang

Redaksi, CNBC Indonesia
Selasa, 21/06/2022 12:35 WIB
Foto: Aristya Rahadian Krisabella

Jakarta, CNBC Indonesia - Sederet negara kini berada di bibir jurang krisis utang. Besarnya pembiayaan penanganan Covid serta upaya mitigasi seperti pemberian bantuan sosial membuat utang pemerintah melambung.

Lonjakan utang juga dialami puluhan negara lainnya dari Sudan, Sri Lanka, Argentina, Brazil, hingga Malaysia.


Merujuk pada data trading economics, negara-negara maju seperti Jepang, Prancis, maupun Amerika Serikat memiliki rasio utang di atas 100% dari PDB.Rasio utang mereka jauh di atas negara-negara berkembang ataupun emerging market.

Namun, ketiga negara tersebut merupakan negara maju yang sudah memiliki pijakan ekonomi kuat. Struktur perekonomian mereka juga berbeda dengan negara-negara emerging market apalagi negara berpenghasilan rendah.

Menurut IMF, rata-rata utang pemerintah negara emerging market dan berkembang di Asia berada di angka 71,8% pada 2021. Pada akhir 2021, rasio utang pemerintah China diperkirakan ada di kisaran 60% dari PDB, India sekitar 88%, dan Korea Selatan di kisaran 49%.

Foto: visual capitalist
Rasio utang negara di dunia

Sama seperti negara lain, negara berpenghasilan rendah juga semakin dililit utang. Rasio utang pemerintah Sudah menembus 259% terhadap PDB pada 2020. Sementara itu, rasio utang Sri Lanka melonjak dari 42% dari PDB pada 2019 menjadi 104% dari PDB pada 2021.

Menyusul utang yang menggunung, Sri Lanka dilaporkan gagal membayar utang pada Mei lalu. Kondisi tersebut dipicu krisis ekonomi dan politik yang dipicu oleh pandemi Covid-19 dan perang Rusia di Ukraina.

Inflasi menembus 39,1% pada Mei sementara pemerintah kekurangan cadangan mata uang asing yang dibutuhkan untuk membayar impor. Sri Lanka telah menangguhkan pembayaran sekitar US$ 7 miliar pinjaman internasional yang jatuh tempo tahun ini, dari total tumpukan utang luar negeri senilai US$ 51 miliar.

Default kini juga mengancam negara Asia lain seperti Pakistan dan Laos. Rasio utang pemerintah Laos mencapai 55,6% pada 2020 dan negara tersebut kini memiliki utang senilai US$ 14,5 miliar kepada krediturnya. Laos tidak memiliki cukup penerimaan untuk membayar utang.

Pakistan juga menghadapi ancaman default karena kemampuan mereka untuk membayar utang mengecil sementara beban subsidi menggunung. Padahal, ada utang jatuh tempo senilai US$ 6,4 miliar dalam jangka waktu tiga tahun ke depan.

Rasio utang Pakistan mencapai 74% dari PDB pada 2021.

Di Afrika Selatan, negara dengan rasio utang terbesar di antaranya adalah Mozambik (133,6%), Angola (103,7%), Kongo (85,4%), Ghana (82,3%), Kenya (69,7%), Rwanda (74,8%), and Afrika Selatan ( 68,8%).

Bank Dunia sebelumnya menyoroti keterbukaan negara-negara berpenghasilan rendah di Afrika. Menurut Bank Dunia 40% dari negara tersebut tidak menerbitkan laporan utang mereka lebih dari dua tahun.

Bank Dunia juga mencatat beban utang negara berpendapatan rendah naik 12% menjadi US$ 860 miliar pada 2020 di mana beban berat ditanggung negara-negara Sub Sahara Afrika.

Sub Sahara Afrika menjadi wilayah yang paling mengkhawatirkan karena banyaknya negara yang akan mengalami goncangan kenaikan harga dan utang akibat krisis ekonomi dan pandemi Covid-19.

"Lebih dari 60% wilayah Sub-Sahara Afrika memiliki risiko tinggi karena beban utang yang naik akibat pandemi. Pengetatan kondisi keuangan global akan sangat menyulitkan mereka dalam mengakses pembiayaan," tulis Bank Dunia dalam laporannya Global Economic Prospects.

Lonjakan utang pemerintah juga menjadi persoalan bagi negara seperti Fiji, Laos, dan Mongolia. Utang yang besar membuat mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan saat investor asing kabur. Rasio utang pemerintah dan swasta Fiji terhadap PDB mencapai 80% sementara Laos dan Mongolia yang memiliki rasio utang 60% terhadap PDB juga tidak akan mengalami hal serupa.

Utang yang tidak terkendali akan membawa negara tersebut ke situasi krisis. Utang menggunung dan ketidakmampuan membayar, maka akan berdampak kepada ekonomi dan masyarakatnya. Apalagi ketika kondisi sekarang, saat ada gejolak harga pangan dan energi, maka pemerintah tidak bisa menahan beban yang ditanggung masyarakat.


(mij/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pentingnya Mendongkrak Pajak Menopang Kemandirian Ekonomi RI