Rupiah Keok, BI Yakin Tak Perlu Naikkan Suku Bunga?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 June 2022 12:15
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo Memberikan Keterangan Pers Mengenai Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Mei 2022. (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)
Foto: Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo Memberikan Keterangan Pers Mengenai Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Mei 2022. (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah masih tertekan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (20/6/2022), setelah merosot 1,8% sepanjang pekan lalu. Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis (23/6/2022) kini menjadi perhatian pelaku pasar.

Rupiah sebenarnya sempat menguat di pembukaan 0,14% ke Rp 14.800/US$, tetapi tidak lama langsung berbalik melemah, meski tipis saja 0,06% ke Rp 14.830/US$ pada pukul 11:15 WIB. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak Oktober 2020. Selain itu, sepanjang tahun ini pelemahan rupiah membengkak menjadi lebih dari 4%. 

Rupiah meski tertekan sepanjang pekan lalu, tetapi BI masih enggan untuk menaikkan suku bunga.

"BI tentu saja tidak harus terpaksa menaikkan suku bunga," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam seminar INDEF bertajuk Managing Inflation to Boost Economic Growth, Rabu (15/6/2022).

Menurut Perry langkah normalisasi yang dijalankan BI adalah kenaikan giro wajib minimum (GWM) perbankan.

"Kami tetap akan dan sudah melakukan normalisasi. dengan menaikkan GWM. bahkan dengan RDG kami percepat normalisasi likuiditas tadi tanpa mengganggu perbankan menyalurkan kredit," jelasnya.

BI akan tetap terus memantau perkembangan ke depan, khususnya dari sisi global, baik perang Rusia dan Ukraina hingga arah kebijakan moneter negara di dunia.

"Semoga tidak ada kejutan di global dan domestik sehingga pemulihan terus berlanjut. Stabilitas sistem keuangan terjaga rupiah terjaga dan semua menuju Indonesia maju," pungkasnya.

Namun, bank sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 1,5% - 1,75%. Kenaikan tersebut menjadi yang terbesar sejak tahun 1994.

Meski tidak terlalu mengejutkan, karena sudah diperkirakan oleh pelaku pasar, agresivitas tersebut tentunya lebih tinggi dari proyeksi BI yang melihat suku bunga The Fed masih di bawah 3% di akhir tahun ini.

Berdasarkan Fed Dot Plot yang dirilis setiap akhir kuartal, mayoritas anggota komite pembuat kebijakan moneter (FOMC) The Fed melihat suku bunga di akhir tahun berada di 3,4% atau di rentang 3,25% - 3,5%.

Artinya, suku bunga The Fed akan nyaris sama jika BI tidak menaikkan suku bunga yang saat ini 3,5% hingga akhir tahun nanti. Hal ini bisa memicu capital outflow dari pasar dalam negeri yang bisa membuat rupiah semakin tertekan.

Meski demikian, dengan inflasi beberapa analis juga melihat BI tidak akan terburu-buru menaikkan suku bunga.

"Kami memperkirakan BI akan menahan suku bunga acuan pada semester I tahun ini. Kenaikan suku bunga acuan akan sangat tergantung pada kondisi inflasi pada semester kedua mendatang," tutur Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman, dalam Macro Brief tanggal 16 Juni 2022.

Bank Mandiri memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan maksimal 75% pada tahun ini sehingga BI-7DRR akan ada di 4,25% pada akhir tahun.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular