Legendaris,Ini Sejarah Emiten Pertama di Bursa Efek Jakarta!
Jakarta, CNBC Indonesia - Aktivitas pasar modal Tanah Air sebenarnya sudah berusia 1 abad lebih. Bursa Efek di Indonesia pertama kali dibentuk di Batavia yang kini bernama Jakarta oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Namun karena berbagai isu terutama perang yang berkecamuk di dunia dan di dalam negeri, perdagangan di bursa efek sempat vakum beberapa kali.
Hingga akhirnya di era kepemimpinan Presiden Soeharto tepatnya pada 10 Agustus 1977 bursa efek diresmikan kembali dan dijalankan di bawah Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM).
Pengaktifan kembali pasar modal yang hampir setengah abad tersebut ditandai dengan penawaran perdana saham (IPO) perusahaan bernama PT Semen Cibinong Tbk yang berkode SMCB.
Jangan kaget, SMCB memang menjadi perusahaan publik pertama di Indonesia. Kala itu masih bursa masih Bernama Bursa Efek Jakarta (BEJ). Perdagangan kala itu juga tentunya tidak seramai saat ini dimana bahkan 10 tahun berselang sejak IPO perdana SMCB di tahun 1987, BEJ hanya memiliki 24 emiten.
Sebagai perusahaan pertama yang IPO sejak diresmikannya kembali bursa efek, SMCB juga memiliki perjalanan panjang.
SMCB didirikan pertama kali pada tanggal 15 Juni 1971. Artinya pada sekita yangr usia ke-6 tahun perusahaan resmi menyandang status sebagai perusahaan publik.
Setengah abad berdiri SMCB telah melalui perjalanan panjang aksi korporasi hingga berubah nama berkali-kali.
Saat IPO SMCB diketahui melepas 178.750 sahamnya ke publik di harga Rp 10.000/unit. Artinya dana yang diperoleh dari IPO sebesar hampir Rp 1,8 miliar.
Ingat saat itu belum terjadi krisis dan adanya inflasi sehingga tentu nilai Rp 1,8 miliar hampir setengah abad lalu dengan sekarang jelas berbeda.
Setelah IPO, tepatnya pada 1988, Kaiser Cement & Gypsum Corporation dan International Finance Corporation (IFC) menjual 49% kepemilikan perusahaan kepada PT Tirtamas Majutama (Grup Tirta Mas) milik Hashim Djojohadikusumo, anak begawan ekonomi Orde Baru Soemitro Djojohadikusumo yang juga merupakan adik dari Prabowo Subianto.
Setelah bergantinya kepemilikan saham tersebut, SMCB cukup agresif melakukan aksi korporasi berupa akuisisi. Pada 1993, SMCB mengakuisisi PT Semen Nusantara yang memproduksi Semen Borobudur.
Dua tahun berselang, SMCB mengambil alih 100% saham PT Semen Dwima Agung Tuban Jawa Timur. Namun pada 1998 saat krisis moneter terjadi, SMCB pun ikut terdampak.
Setelah krisis usai dan lahir era reformasi, tepatnya pada tahun 2000, Holcim Ltd asal Swiss tertarik dan masuk menjadi pemegang saham pengendali.Satu tahun berselang, akhirnya Holcim resmi menjadi pemegang saham SMCB melalui proses right issue sebanyak 6,51 juta pada Desember 2001.
Pada 2005, Holcim Participation mengalihkan seluruh kepemilikan sahamnya di Semen Cibinong kepada Holdervin BV senilai Rp2,47 triliun. Holdervin BV adalah perusahaan Belanda yang juga induk usaha dari Holcim Ltd.
Satu tahun setelah pengalihan saham tersebut SMCB resmi berganti nama menjadi PT Holcim Indonesia Tbk dari sebelumnya PT Semen Cibinong Tbk.
Selanjutnya di era Jokowi jilid I tepatnya 2016, SMCB mengakuisisi 100% saham PT Lafarge Cement Indonesia senilai Rp 2,13 triliun sebagai hasil konsolidasi dengan Lafarge. Termasuk di dalamnya adalah PT Semen Andalas di Aceh yang diakuisisi sejak 1994 dan selesai direkonstruksi pasca-tsunami pada 2010.
Aksi akuisisi tersebut juga mengikuti induk Holcim global yang merger dengan perusahaan semen asal Prancis yaitu Lafarge dan berganti nama menjadi LafargeHolcim Ltd serta dinobatkan menjadi produsen semen nomor satu di dunia.
Sejarah SMCB tidak berhenti begitu saja. Selang 2 tahun setelah berganti nama menjadi LafargeHolcim, SMCB kembali berganti kepemilikan. PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) merampungkan akuisisi 80,6% saham LafargeHolcim di SMCB.
Akuisisi senilai US$ 917 juta atau Rp 13,47 triliun (kurs Rp 14.735/US$) tersebut dirampungkan pada 12 November 2018 pukul 19.00 WIB.
Setelah seluruh proses akuisisi tersebut, maka resmi LafargeHolcim tidak lagi memiliki saham di Holcim Indonesia. Hal ini sekaligus menandakan bahwa perusahaan asal Swiss tersebut cabut dari Indonesia.
SMCB yang kini menjadi bagian dari keluarga perusahaan pelat merah ini sahamnya cenderung tidak likuid ditransaksikan.
Dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp 14,25 triliun, porsi kepemilikan saham publik hanya 1,43% saja. Sementara PT Semen Indonesia Industri Bangunan (SIIB) menguasai 83,52% dan Taiheiyo Cement Corporation menggenggam 15,05%.
(trp/trp)