
Era Suku Bunga Tinggi Yang Ditakutkan Bu Sri Mulyani

Jakarta,CNBC Indonesia - Pada akhir Mei lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan adanya tiga ancaman terhadap ekonomi global yakni inflasi tinggi, suku bunga tinggi, dan pertumbuhan ekonomi melemah. Lantas, RI sudah di mana?
Pada 28 Mei 2022, Sri Mulyani mengutarakan ancaman yang disebut "triple challenge" yang berpotensi menghantui ekonomi dunia.
Jika mengacu kepada kiblat ekonomi dunia, Amerika Serikat (AS), dua dari tiga ancaman telah terlihat.
Pasalnya, rilis inflasi AS per Mei yang kembali melonjak ke 8,6% secara tahunan (yoy) dan sekaligus menjadi yang tertinggi dalam 41 tahun terakhir dipicu oleh kenaikan harga energi dan pangan.
Dalam setahun secara agregat biaya energi di AS meningkat 34,6% dengan kontributor terbesar yakni BBM (fuel oil) yang naik 106,7% diikuti oleh bensin dan biaya utilitas gas.
Sedangkan secara tahunan kenaikan makanan relatif kecil, tetapi masih di atas tingkat inflasi yakni 10,1% dengan daging, ikan dan telur menjadi salah satu komponen yang mengalami kenaikan tertinggi.
Hal tersebut menekan bank sentral utama yakni Federal Reserve/The Fed untuk bertindak lebih agresif dengan menaikkan suku bunga acuannya menjadi 75 basis poin (bps) menjadi 1,5%-1,75% dan menjadi kenaikan terbesar sejak 1994.
Tidak sampai di situ, keagresifan The Fed juga diprediksikan akan terus berlanjut di setiap pertemuan di Juli hingga September.
Berdasarkan Fed Dot Plot yang dirilis setiap akhir kuartal, mayoritas anggota pembuat kebijakan moneter (The Fed) melihat suku bunga di akhir tahun berada di 3,4% atau di rentang 3,25% - 3,5%.
Tingkat suku bunga tersebut lebih tinggi 1,5% ketimbang Fed Dot Plot edisi Maret.
Sementara itu, pasar memprediksikan suku bunga akan lebih tinggi tahun ini di 4%.
"Pasar melihat suku bunga berada di kisaran 3,75% - 4% di akhir tahun, tetapi pernyataan Powell membuat tenang dan membebani dolar AS," kata analis ANZ Bank dalam sebuah catatan sebagaimana dikutip Reuters.
Ketika bank sentral menaikkan suku bunga acuan tentunya juga akan meningkatkan suku bunga kredit. Akibatnya, ekspansi dunia usaha akan tersendat, begitu pula dengan tingkat konsumsi. Ketika tingkat konsumsi masyarakat menurun, maka ekonomi akan melambat.