Era Suku Bunga Tinggi Yang Ditakutkan Bu Sri Mulyani

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
18 June 2022 18:40
Ilustrasi Resesi (Photo by MART/Pexels)
Foto: Ilustrasi Resesi (Photo by MART/Pexels)

Rilis data ekonomi di AS yang telah dirilis pekan ini menunjukkan tanda-tanda perlambatan pertumbuhan ekonomi. Meski AS belum secara resmi masuk ke jurang resesi.

Pertama, dari sektor perumahan pada Mei terjadi penurunan pembangunan rumah hingga 14,4%, padahal saat ini di Amerika Serikat sedang terjadi kelangkaan rumah bahkan dikatakan pada level kronis.

Kedua, dari sektor manufaktur di wilayah Philadelpiha kembali mengalami kontraksi, pengajuan klaim tunjangan pengangguran mingguan juga lebih tinggi dari perkiraan.

Ketiga, kenaikan harga yang tinggi juga membuat daya beli masyarakat AS ikut terdampak yang tercermin dari penjualan ritel yang terkontraksi 0,3% bulan Mei lalu.

Ketika tingkat keyakinan konsumen merosot, maka belanja rumah tangga yang merupakan tulang punggung perekonomian juga akan menurun. Hal ini berdampak buruk pada perekonomian Amerika Serikat.

Banyak pelaku pasar yang khawatir ekonomi AS akan mengalami resesi dan parahnya bisa terjadi stagflasi. Bahkan, Bank Dunia dalam laporan terbarunya menyebutkan Amerika Serikat (AS) yang tumbuh pada 2021 sebesar 5,7% harus rela turun menjadi 2,5% tahun ini.

Saat ini, Indonesia memang belum mengalami 'badai inflasi', meskipun Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data inflasi per Mei yang mencapai 3,55% (yoy) atau lebih tinggi dari bulan sebelumnya di 3,47%.

Namun, angka inflasi tersebut masih berada di target Bank Indonesia di 2-4%. Sehingga, urgensi BI untuk menaikkan suku bunganya belum mendesak.

TIM RISET CNBC INDONESIA

 

(aaf/aaf)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular