
Jauh-Jauh dari Yen Kalo Tak Mau Boncos!

Jakarta, CNBC Indonesia -Â Nilai tukar yen Jepang terpuruk melawan dolar Amerika Serikat (AS) dan rupiah hingga pertengahan 2022. Tidak hanya itu, yen juga diperkirakan akan terus melemah di sisa tahun ini.
Melansir data Refintiv, yen kemarin sempat menyentuh JPY 135,58/US$, yang merupakan level terlemah sejak Oktober 1998. Sementara pada perdagangan Kamis (16/6/2022) pukul 15:37 WIB, yen diperdagangkan di kisaran JPY 133,65, menguat 0,15%.
Sepanjang tahun ini, tercatat yen melemah lebih dari 16% melawan dolar AS. Sementara melawan rupiah pelemahannya di tahun ini lebih dari 10%.
Hasil survei terbaru yang dilakukan Reuters terhadap 25 ekonom menunjukkan 18 orang memperkirakan yen akan terus melemah. Dari 18 ekonom tersebut, 9 orang memperkirakan yen akan merosot hingga akhir tahun ini, 4 orang sampai semester pertama 2023, dan 5 orang memprediksi hingga semester kedua 2023.
Jebloknya nilai tukar yen tidak lepas dari sikap bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) yang masih menahan suku bunga rendah, sedangkan bank sentral AS (The Fed) semakin agresif.
BoJ saat ini masih menerapkan suku bunga minus (-) 0,1%, dan menyatakan akan terus dipertahankan hingga inflasi mencapai 2%.
BoJ juga memproyeksikan inflasi di tahun fiskal 2022 yang dimulai April akan sebesar 1,1%, naik dari proyeksi sebelumnya 0,9%.
Artinya, proyeksi inflasi masih di bawah target BoJ 2%, sehingga suku bunga kemungkinan tidak akan dinaikkan setidaknya hingga satu tahun ke depan.
Di sisi lain, The Fed semakin agresif menaikkan suku bunga yang membuat spread semakin melebar.
Dalam pengumuman kebijakan moneter Kamis dini hari waktu Indonesia, The Fed menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 1,5% - 1,75%. Padahal pada bulan lalu, ketua The Fed Jerome Powell menyatakan suku bunga akan dinaikkan 50 basis poin dan tidak mempertimbangkan kenaikan 75 basis poin.
Kenaikan tersebut menjadi yang terbesar sejak tahun 1994, dan masih belum akan berakhir. Berdasarkan Fed Dot Plot yang dirilis setiap akhir kuartal, mayoritas anggota pembuat kebijakan moneter (The Fed) melihat suku bunga di akhir tahun berada di 3,4% atau di rentang 3,25% - 3,5%.
Namun, jika BoJ tiba-tiba merubah sikapnya, bukan tidak mungkin yen bisa menguat signifikan.
Mata uang franc Swiss menjadi contohnya, pada perdagangan hari nilainya meroket lebih dari 1,2% setelah bank sentral Swiss (Swiss National Bank/SNB) mengejutkan pasar dengan menaikkan suku bunga acuannya.
SNB menaikkan suku bunga acuannya menjadi minus (-) 0,25% dari sebelumnya - 0,75% atau naik 50 basis poin. Kenaikan tersebut menjadi yang pertama sejak September 2007.
Langkah tersebut terbilang mengejutkan, sebab para ekonom memperkirakan suku bunga baru akan dinaikkan pada September dan sebesar 25 basis poin saja.
"Langkah SNB menunjukkan kondisi secara umum, meski banyak bank sentral yang sebelumnya bersikap dovish kini mulai cemas terhadap inflasi. Gambar besarnya, bank sentral khawatir menjadi behind the curve (inflasi yang tinggi) dan perlu segera meredamnya," kata Jan Van Gerich, kepala analis di Nordea, sebagaimana dilansir Reuters.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article FYI, Kurs Yen Jeblok ke level Terlemah Seperempat Abad!