
The Fed Agresif Naikkan Bunga, Minyak Jadi Korbannya

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia anjlok. Risiko perlambatan ekonomi akibat kenaikan suku bunga membuat investor meninggalkan si emas hitam.
Kemarin, harga minyak jenis brent menutup perdagangan di posisi US$ 118,51/barel. Turun 2,2% dibandingkan hari sebelumnya.
Sementara yang jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) harganya US$ 115,31/barel. Ambles 3,04%.
Dini hari tadi waktu Indonesia, bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve/The Fed mengumumkan hasil rapat Komite Pengambil Kebijakan (Federal Open Market Committee/FOMC). Ketua Jerome 'Jay' Powell dan kolega memutuskan menaikkan suku bunga acuan 75 basis poin (bps) menjadi 1,5-1,75%. Kenaikan 75 bps dalam sekali rapat kali terakhir terjadi pada 1994.
Adalah laju inflasi yang demikian kencang yang membuat The Fed begitu agresif mengerek Federal Funds Rate. Pada Mei 2022, inflasi Negeri Paman Sam mencapai 8,6% year-on-year (yoy), tertinggi sejak 1981.
Kenaikan suku bunga akan menurunkan jumlah uang beredar. Ini akan mengerem laju inflasi, karena pada dasarnya inflasi adalah penurunan nilai uang terhadap barang dan jasa. Saat jumlah uang beredar turun, diharapkan nilainya kembali naik.
Selain itu, kenaikan suku bunga juga akan menurunkan permintaan karena biaya ekspansi ekonomi menjadi lebih mahal. Saat permintaan turun, maka tekanan kenaikan harga akan berkurang.
Halaman Selanjutnya --> Ekonomi Melambat, Harga Minyak Terhambat
Namun ya itu tadi, kenaikan suku bunga akan membuat pertumbuhan ekonomi melambat. Bank Dunia memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Negeri Stars and Stripes pada 2022 tumbuh 2,5%. Jauh lebih rendah ketimbang 2021 yang mencapai 5,7%.
"Kami tidak bermaksud untuk membuat orang-orang kehilangan pekerjaan. Kami tidak bermaksud menciptakan resesi," tegas Powell dalan jumpa pers usai rapat, seperti dikutip dari Reuters.
Powell menyebut bahwa tujuan The Fed adalan meredam inflasi pada saat pasar tenaga kerja masih kuat. Sebagai infomasi, tingkat pengangguran AS pada Mei 2022 adalah 3,6%, terendah sejak Februari 2020.
Akan tetapi, tetap saja kenaikan suku bunga (apalagi secara agresif) akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Saat ekonomi melambat, maka permintaan energi pun berkurang.
Di sini kita bicara AS, konsumen minyak terbesar di Planet Bumi. Kalau permintaan di AS turun, maka harga minyak dunia pasti akan mengikuti.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Pasokan Libya Bikin Panas Harga Minyak