
BRMS-BBHI Jadi yang Paling Cuan, INDY-BIMA Paling Boncos

Saat IHSG kembali menyentuh zona koreksi, beberapa saham juga masuk ke jajaran top losers. Berikut 10 saham top losers pada perdagangan Rabu kemarin.
![]() |
Saham emiten pertambangan batu bara yakni PT Indika Energy Tbk (INDY) menjadi salah satu saham yang masuk ke jajaran top losers Rabu kemarin. Saham INDY ditutup ambruk 6,99% ke posisi harga Rp 2.530/saham. Dengan ini, maka saham INDY terkena batas auto rejection bawah (ARB) kemarin.
Nilai transaksi saham INDY pada perdagangan kemarin mencapai Rp 85,63 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 33,31 juta lembar saham. Asing melepas saham INDY sebesar Rp 17,57 miliar di pasar reguler.
Saham INDY yang ambruk terjadi meski harga batu bara acuan dunia mulai rebound, setelah sepekan terakhir mengalami koreksi harga.
Per Rabu kemarin pukul 22:00 WIB, harga batu bara kontrak Juli di pasar internasional melesat 4,29% ke harga US$ 344,9 per ton. Meski berhasil rebound, tetapi dalam sepekan terakhir, harga batu bara masih ambruk hingga 4,13% secara point-to-point (ptp).
Harga batu bara yang masih cenderung dalam tren bearish disebabkan karena melimpahnya pasokan, terutama untuk kawasan Eropa. Negara-negara di kawasan tersebut sudah mengejar pasokan pada April dan Mei sebelum melarang impor batu bara mulai 10 Agustus mendatang.
Dilansir dari Argus Media, pasokan batu bara pada pelabuhan Amsterdam-Rotterdam-Antwerp (ARA) Eropa naik menjadi 6,4 juta ton per 12 Juni 2022. Pasokan meningkat karena pengiriman yang terus menerus serta melandainya penggunaan batu bara.
Pasokan batu bara pada pelabuhan ARA juga meningkat selama 13 hari secara beruntun hingga 12 Juni. Pasokan pada terminal EMO-salah satu terminal muatan terbesar pada pelabuhan Rotterdam- naik 200.000 ton menjadi 3,9 juta ton. Jumlah tersebut mendekati 4,1 juta ton yang tercatat pada Maret 2019.
Sementara itu dari kinerja keuangannya, INDY berhasil mencatatkan kinerja cemerlang pada kuartal pertama tahun 2022.
Sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, pendapatan INDY tercatat melonjak hingga 58% menjadi US$ 830,79 juta atau setara dengan Rp 11,92 triliun (asumsi kurs Rp 14.350/US$) dari sebelumnya pada periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 525,16 juta (Rp 7,53 triliun).
Pendapatan yang melonjak ini membuat INDY akhirnya mampu membalikkan kondisi dari semula rugi sebesar US$ 9,36 juta (Rp 134,31 miliar) menjadi laba sebesar Rp 75,04 juta (Rp 1,07 triliun) pada kuartal pertama tahun ini.
Selain saham INDY, terdapat pula saham emiten produsen alas kaki dan pengolahan bahan baku sepatu olah raga yakni PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk (BIMA) yang masih bertengger di jajaran top losers hingga perdagangan kemarin.
Saham BIMA ditutup ambles 6,88% ke harga Rp 298/saham dan juga menyentuh level ARB-nya kemarin. Nilai transaksi saham BIMA pada perdagangan kemarin mencapai Rp 3,27 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 10,92 juta lembar saham. Asing juga melepasnya sebanyak Rp 70,86 juta di pasar reguler.
Belum ada informasi signifikan mengenai penurunan saham BIMA. Tetapi jika melihat kinerja keuangannya, pada kuartal I-2022 BIMA membukukan rugi bersih senilai Rp 4,16 miliar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)[Gambas:Video CNBC]