Top Gainers-Losers

BRMS-BBHI Jadi yang Paling Cuan, INDY-BIMA Paling Boncos

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
16 June 2022 06:35
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup di zona merah pada perdagangan Rabu (15/6/2022) kemarin, karena investor masih merespons sentimen negatif yang tengah menghantui pelaku pasar pasca rilis inflasi Amerika Serikat (AS).

Indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup melemah 0,61% ke posisi 7.007,05. Meski kembali terkoreksi, tetapi IHSG masih mampu bertahan di zona psikologis 7.000 kemarin.

Pada perdagangan kemarin, IHSG sempat menguat di awal perdagangan sesi I. Tetapi selang beberapa menit setelah dibuka, IHSG langsung drop ke zona merah hingga perdagangan berakhir.

Nilai transaksi indeks pada perdagangan kemarin mencapai sekitaran Rp 16 triliun dengan melibatkan 31 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,4 juta kali. Sebanyak 153 saham terapresiasi, 391 saham terdepresiasi, dan 137 saham stagnan.

Sejalan dengan IHSG yang kembali terkoreksi, investor asing juga kembali melakukan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 791,19 miliar di seluruh pasar pada perdagangan kemarin.

Di tengah kembali terkoreksinya IHSG kemarin, beberapa saham menjadi top gainers. Berikut sepuluh saham yang menjadi top gainers pada perdagangan Rabu kemarin.

Saham Top Gainers

Saham emiten pertambangan emas Grup Bakrie yang juga sekaligus menjadi anak usaha dari PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yakni PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) masih bertengger di jajaran top gainers kemarin.

Saham BRMS ditutup melejit 16,67% ke harga Rp 280/saham pada perdagangan kemarin. Nilai transaksi saham BRMS pada perdagangan Rabu kemarin terbilang 'jumbo' yakni mencapai Rp 1,18 triliun dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 4,41 miliar lembar saham.

Saham BRMS masih menjadi incaran investor asing hingga kemarin, di mana asing melakukan net buy di saham BRMS hingga mencapai Rp 285,95 miliar di pasar reguler.

Bahkan, net buy asing di BRMS melampaui net buy asing di saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang menempati urutan kedua terbesar, yakni sebesar Rp 65 miliar. Sedangkan di tempat ketiga ada saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) yang mencatat net buy Rp 36 miliar.

Melesatnya harga saham BRMS sudah terjadi sejak perdagangan Selasa lalu, di mana hal ini terjadi menyusul diisukannya aksi korporasi berupa penjualan saham BRMS dari pemegang saham lama yaitu Grup Bakrie ke Grup Salim.

Grup Salim diduga melalui Emirates Tarian Global Ventures per tanggal 18 Januari 2022, Salim menggenggam 24,55% saham BRMS.

Berdasarkan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Emirates Tarian aktif membeli saham BRMS sejak Desember 2021, yakni sebanyak 4,78 miliar sehingga total kepemilikannya menjadi 23,04%.

Kemudian, secara perlahan Emirates Tarian menambah kepemilikannya di BRMS hingga menjadi 34,8 miliar saham atau 24,55% dari total saham BRMS.

Dengan demikian, Grup Salim menjadi pemegang saham mayoritas emiten di bidang eksplorasi dan pengembangan pertambangan sumber daya mineral tersebut.

Selain saham BRMS, terdapat pula saham emiten bank digital milik CT Corp yakni PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) yang masuk ke jajaran top gainers Rabu kemarin.

Saham BBHI ditutup melesat 15,62% ke posisi harga Rp 3.700/saham. Nilai transaksi saham BBHI pada perdagangan kemarin mencapai Rp 75,63 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 20,63 juta lembar saham. Investor asing mengoleksi saham BBHI sebesar Rp 5,94 miliar di seluruh pasar kemarin.

Dari kinerja keuangannya pada kuartal I-2022, BBHI mencatatkan kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 252% menjadi Rp 80,84 miliar, dari sebelumnya pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 22,94 miliar.

Tak hanya pendapatan bunga bersih yang mengalami kenaikan yang signifikan, laba bersih BBHI pada kuartal I-2022 juga melonjak hingga 747% menjadi Rp 75 miliar, dari sebelumnya sebesar Rp 8,86 miliar di kuartal I-2021.

Saat IHSG kembali menyentuh zona koreksi, beberapa saham juga masuk ke jajaran top losers. Berikut 10 saham top losers pada perdagangan Rabu kemarin.

Saham Top Losers

Saham emiten pertambangan batu bara yakni PT Indika Energy Tbk (INDY) menjadi salah satu saham yang masuk ke jajaran top losers Rabu kemarin. Saham INDY ditutup ambruk 6,99% ke posisi harga Rp 2.530/saham. Dengan ini, maka saham INDY terkena batas auto rejection bawah (ARB) kemarin.

Nilai transaksi saham INDY pada perdagangan kemarin mencapai Rp 85,63 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 33,31 juta lembar saham. Asing melepas saham INDY sebesar Rp 17,57 miliar di pasar reguler.

Saham INDY yang ambruk terjadi meski harga batu bara acuan dunia mulai rebound, setelah sepekan terakhir mengalami koreksi harga.

Per Rabu kemarin pukul 22:00 WIB, harga batu bara kontrak Juli di pasar internasional melesat 4,29% ke harga US$ 344,9 per ton. Meski berhasil rebound, tetapi dalam sepekan terakhir, harga batu bara masih ambruk hingga 4,13% secara point-to-point (ptp).

Harga batu bara yang masih cenderung dalam tren bearish disebabkan karena melimpahnya pasokan, terutama untuk kawasan Eropa. Negara-negara di kawasan tersebut sudah mengejar pasokan pada April dan Mei sebelum melarang impor batu bara mulai 10 Agustus mendatang.

Dilansir dari Argus Media, pasokan batu bara pada pelabuhan Amsterdam-Rotterdam-Antwerp (ARA) Eropa naik menjadi 6,4 juta ton per 12 Juni 2022. Pasokan meningkat karena pengiriman yang terus menerus serta melandainya penggunaan batu bara.

Pasokan batu bara pada pelabuhan ARA juga meningkat selama 13 hari secara beruntun hingga 12 Juni. Pasokan pada terminal EMO-salah satu terminal muatan terbesar pada pelabuhan Rotterdam- naik 200.000 ton menjadi 3,9 juta ton. Jumlah tersebut mendekati 4,1 juta ton yang tercatat pada Maret 2019.

Sementara itu dari kinerja keuangannya, INDY berhasil mencatatkan kinerja cemerlang pada kuartal pertama tahun 2022.

Sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, pendapatan INDY tercatat melonjak hingga 58% menjadi US$ 830,79 juta atau setara dengan Rp 11,92 triliun (asumsi kurs Rp 14.350/US$) dari sebelumnya pada periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 525,16 juta (Rp 7,53 triliun).

Pendapatan yang melonjak ini membuat INDY akhirnya mampu membalikkan kondisi dari semula rugi sebesar US$ 9,36 juta (Rp 134,31 miliar) menjadi laba sebesar Rp 75,04 juta (Rp 1,07 triliun) pada kuartal pertama tahun ini.

Selain saham INDY, terdapat pula saham emiten produsen alas kaki dan pengolahan bahan baku sepatu olah raga yakni PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk (BIMA) yang masih bertengger di jajaran top losers hingga perdagangan kemarin.

Saham BIMA ditutup ambles 6,88% ke harga Rp 298/saham dan juga menyentuh level ARB-nya kemarin. Nilai transaksi saham BIMA pada perdagangan kemarin mencapai Rp 3,27 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 10,92 juta lembar saham. Asing juga melepasnya sebanyak Rp 70,86 juta di pasar reguler.

Belum ada informasi signifikan mengenai penurunan saham BIMA. Tetapi jika melihat kinerja keuangannya, pada kuartal I-2022 BIMA membukukan rugi bersih senilai Rp 4,16 miliar.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sempat Menguat di Sesi 1, IHSG Hari Ini Ditutup Melemah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular