Merosot Lagi! Dalam 3 Hari Rupiah Jeblok 1,3%
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah tiga hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (15/6/2022). Bank sentral AS (The Fed) yang akan mengumumkan kebijakan moneter Kamis dini hari waktu Indonesia menjadi perhatian utama.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% ke Rp 14.685/US$, tetapi tidak lama langsung balik melemah. Rupiah sempat menyentuh Rp 14.758/US$, melemah 0,43%.
Di penutupan perdagangan, posisi rupiah sedikit membaik menjadi Rp 14.740/US$, atau melemah 0,31% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Dalam 3 hari, rupiah tercatat melemah 1,3%.
The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin, menjadi 1,5% - 1,75%, lebih besar dari ekspektasi kenaikan sebelumnya 50 basis poin akibat inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) yang terus menanjak.
Jumat pekan lalu CPI di Amerika Serikat (AS) masih terus menanjak, pada Mei 2022 tercatat melesat 8,6% year-on-year (yoy). Inflasi tersebut naik dari bulan sebelumnya 8,3% (yoy) dan menjadi rekor tertinggi sejak 1981.
Jika benar The Fed menaikkan 75 basis poin, maka akan menjadi yang terbesar dalam nyaris tiga dekade terakhir. Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat probabilitas kenaikan 75 basis poin sebesar 96%.
Inflasi CPI di Amerika Serikat sepertinya masih akan terus tinggi dalam beberapa waktu ke depan. Hal ini tidak lepas dari inflasi produsen (producer price index/PPI) yang masih tinggi. Ketika inflasi produsen tinggi, maka harga juga ke konsumen akan meningkat. Hal ini akan berdampak pada inflasi CPI
Biro Statistik AS Selasa kemarin melaporkan PPI di bulan Mei tumbuh 0,5% month-to-month (mtm), dan 10,8% (yoy). PPI secara tahunan sebenarnya sudah turun dalam dua bukan beruntun, tetapi masih dekat rekor tertinggi sepanjang masa 11,5% (yoy) yang tercatat pada Maret lalu.
Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini mengumumkan nilai impor Indonesia bulan lalu sebesar US$ 18,61 miliar. Naik 30,74% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sementara ekspor pada Mei 2022 tercatat US$ 21,51 miliar. Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia masih surplus US$ 2,9 miliar. Surplus tersebut lebih rendah jauh bulan sebelumnya US$ 7,56 miliar, juga dari konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari13 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Mei akan mencapai US$ 3,57 miliar.
Meski demikian, neraca perdagangan Ibu Pertiwi terjaga surplus selama 25 bulan beruntun, yang bisa menjaga transaksi berjalan tetap surplus.
Transaksi berjalan menjadi penting untuk menjaga kinerja rupiah, sebab menunjukkan arus devisa ke dalam negeri yang tidak gampang datang dan pergi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)