
Kurs Dolar Australia Melesat 1%, tapi Bisa Balik Merosot

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia menguat melawan rupiah hingga pertengahan perdagangan Selasa (14/6/2022). Kemarin hal yang sama juga terjadi, tetapi di penutupan perdagangan dolar Australia malah berbalik turun dan mencatat pelemahan 4 hari beruntun.
Pergerakan yang sama tidak menutup kemungkinan terjadi lagi pada hari ini. Sebab, meski rupiah tertekan, dolar Australia juga mendapat sentimen negatif dari China.
Pada pukul 11:07 WIB, dolar Australia diperdagangkan di kisaran Rp 10.256/AU$, melesat nyaris 1% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Kemarin, dolar Australia juga menguat hingga 0,64% pada pertengahan perdagangan sebelum perlahan turun dan berbalik melemah 1%.
Rupiah saat ini mengalami tekanan akibat menguatnya isu resesi di Amerika Serikat setelah yield Treasury mengalami inversi.
Inversi tersebut terjadi setelah yield Treasury tenor 2 tahun lebih tinggi ketimbang tenor 10 tahun, meski hanya berlangsung sesaat. Dalam kondisi normal, yield tenor lebih panjang akan lebih tinggi, ketika inversi terjadi posisinya terbalik.
Sebelumnya inversi juga terjadi di bulan April lalu, dan menjadi sinyal kuat akan terjadinya resesi di Amerika Serikat.
Berdasarkan riset dari The Fed San Francisco yang dirilis 2018 lalu menunjukkan sejak tahun 1955 ketika inversi yield terjadi maka akan diikuti dengan resesi dalam tempo 6 sampai 24 bulan setelahnya. Sepanjang periode tersebut, inversi yield Treasury hanya sekali saja tidak memicu resesi (false signal).
Setelah rilis riset tersebut, inversi yield terjadi lagi di Amerika Serikat pada 2019 lalu yang diikuti dengan terjadinya resesi, meski juga dipengaruhi oleh pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19).
Di tahun ini inversi kembali muncul. Kali ini penyebabnya inflasi yang sangat tinggi, serta bank sentral AS (The Fed) yang agresif menaikkan suku bunga.
Sementara itu euforia dicabutnya karantina wilayah (lockdown) di Shanghai, ternyata kabar gembira itu tidak bertahan lama. Distrik Minhang di Shanghai kembali memberlakukan lockdown akibat kenaikan kasus positif Covid-19.
Hal ini memberikan sentimen negatif ke dolar Australia. Sebab, China merupakan pasar ekspor terbesar Australia.
Di ibukota Beijing, pemerintah setempat juga kembali menerapkan aturan tegas. Tempat hiburan di Beijing kembali ditutup.
Pemerintahan Presiden Xi Jinping memang tidak main-main soal Covid-19. China masih menganut kebijakan tanpa toleransi (zero tolerance) terhadap Covid-19. Begitu ada kluster penularan, langsung lockdown.
"Iklim usaha di China belum kondusif meski sejumlah kota sudah dibuka kembali, karena kebijakan zero Covid-19. Setiap pagi, masyarakat tidak tahu apakah lockdow nakan kembali berlaku," tegas Christophe Lauras, Presiden Kamar Dagang Prancis untuk China, sebagaimana diwartakan Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Australia Tak Mampu Tembus Rp 10.700/AU$, Ada Apa?
