
Ada Hantu Inflasi AS, IHSG Ambruk ke Bawah 7.000! Bakal Lama?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham Tanah Air terguncang sentimen eksternal maupun internal dan membuatnya terkoreksi tajam hingga keluar dari level psikologis 7.000.
Mengawali pekan ini, Senin (13/6/2022), IHSG ditutup melemah 1,29% ke level 6.995,44. IHSG sempat drop lebih dari 2% dan membuatnya ambles ke level terendah 6.924,95.
Namun di sesi II perdagangan, IHSG sukses memangkas koreksi. Hanya saja indeks tetap berakhir di bawah level 7.000.
Setali tiga uang, nasib indeks saham kawasan Asia juga terkapar di zona merah. Indeks saham Vietnam bahkan drop 4,44% dan menjadi yang terburuk.
Kinerja terburuk kedua dicatatkan oleh indeks Kospi Korea Selatan yang melemah 3,52%. Koreksi IHSG bisa dibilang masih lumayan.
Sentimen eksternal masih mendominasi pergerakan harga aset berisiko. Pemicunya adalah rilis data inflasi AS bulan Mei 2022.
Indeks Harga Konsumen (IHK) sebagai indikator laju inflasi AS meningkat 8,6% secara year on year (yoy) bulan Mei lalu.
Angka aktual laju inflasi AS bulan lalu lebih tinggi dari perkiraan pasar di 8,3% yoy. Pasar mengantisipasi outlook inflasi yang masih akan tetap tinggi apalagi perang Rusia dengan Ukraina masih terus berlanjut.
Dengan angka inflasi yang terus meningkat, banyak pihak yang menilai resesi sudah di depan mata.
Tidak hanya kontraksi ekonomi saja yang dikhawatirkan oleh pelaku pasar, melainkan hantu stagflasi terutama di AS.
Laju inflasi yang meningkat tajam membuat pasar berekspektasi bahwa bank sentral AS akan semakin agresif untuk menaikkan suku bunga acuan.
Kebetulan minggu ini tepatnya pada 14-15 Juni, komite pengambil kebijakan the Fed (bank sentral AS) yaitu FOMC akan menggelar rapat untuk memutuskan kebijakan suku bunganya.
Pelaku pasar memperkirakan otoritas moneter AS akan menaikkan suku bunga Federal Funds Rate (FFR) sebesar 50 basis poin (bps) dengan probabilitas 78,9% bulan Juni ini.
Menariknya sebagian pelaku pasar mulai mengantisipasi laju kenaikan yang lebih agresif sebesar 75 bps dengan probabilitas 21,1%.
Berkaca pada bulan Mei lalu ketika the Fed menaikkan suku bunga acuan 50 bps, pasar keuangan global termasuk Indonesia ambles.
Bahkan IHSG drop lebih dari 5% dan selalu berakhir di zona merah di sepanjang perdagangan selama sepekan.
Tanda-tanda tersebut kini seolah terulang. Namun akankah kali ini IHSG masih bisa selamat seperti bulan Mei di mana indeks cepat rebound mendekati level sebelum koreksi dalam kurun waktu kurang dari 1 bulan?
Pandangan analis masih cenderung optimis bahwa IHSG bisa menghindari fase bearish karena didorong oleh fundamental yang solid dan likuiditas domestik yang masih cukup melimpah.
Hal tersebut dikemukakan oleh riset BNI Sekuritas. Fundamental ekonomi Indonesia memang masih terbilang solid seiring dengan purchasing power yang menguat dan investor domestik yang kini memegang kendali di pasar dalam negeri.
Analis pun sepakat bahwa saat ini hal terbaik yang dapat dilakukan adalah untuk meningkatkan posisi cash terlebih dahulu dan wait and see agar bisa melakukan strategi buy the dip.
Meskipun IHSG dinilai tahan banting, tetapi volatilitas di pasar yang tinggi masih akan tetap menjadi risiko yang tidak hanya harus diwaspadai tetapi juga dikelola dengan baik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000