
Waw! Goncangan Pasar Hari Ini Sudah Diramal Tim Sri Mulyani

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan tanah air bergetar sejak pagi tadi imbas perkembangan ekonomi Amerika Serikat (AS). Meski demikian, hal itu ternyata sudah diramal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di bawah kepemimpinan Sri Mulyani Indrawati.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu di Gedung DPR RI, Senin (13/6/2022)
"Itu kan, sudah kita bicarakan dari awal. Memang risiko nanti untuk tingkat suku bunga the Fed itu memang akan naik cukup tajam. Nah, itu yang sudah kita antisipasi baik untuk 2022 apalagi 2023," jelasnya.
Diketahui Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau anjlok 2,04% ke level 6.941,92. IHSG langsung terlempar dari level psikologis 7.000.
Senasib dengan saham, imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun RI juga naik 7 basis poin (bps) menjadi 7,25%. Kenaikan yield menunjukkan bahwa harga obligasi sedang tertekan.
Rupiah juga tidak kalah suram. Di sesi awal perdagangan melemah tajam 0,34% ke Rp 14.600/US$. Kemudian, rupiah melanjutkan koreksinya lebih dalam sebanyak 0,76% ke Rp 14.660/US$ dan stagnan hingga pukul 11:00 WIB.
Goncangan ini dikarenakan situasi AS yang tidak terduga oleh pelaku pasar. Adalah inflasi yang diperkirakan melandai malah justru melambung kembali ke level 8,6% year-on-year (yoy). Inflasi tersebut naik dari bulan sebelumnya 8,3% (yoy) dan menjadi rekor tertinggi sejak 1981.
Kemudian inflasi inti yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan naik 6% (yoy). Secara bulanan (month-to-month/mtm) inflasi naik 1% dan inflasi inti 0,6% (mtm).
![]() Kemenkeu. (Tangkapan layar) |
Rilis inflasi tersebut membuat bank sentral AS (The Fed) akan tetap menaikkan suku bunga dengan agresif di tahun ini. Bahkan pasar melihat ada peluang The Fed menaikkan suku bunga hingga 75 basis poin saat pengumuman kebijakan moneter Kamis nanti.
Menurut Febrio, salah satu antisipasi yang dijalankan adalah mengurangi penerbitan surat utang. Sebab apabila dipaksakan, maka ada biaya mahal yang harus ditebus kemudian hari, karena yield SBN yang meningkat.
Defisit APBN 2022 diperkirakan mencapai level 4,50% PDB atau Rp 868 triliun, lebih rendah dari yang sebelumnya 4,8% PDB atau Rp 840,2 triliun. Sementara pada 2023 diperkirakan bisa di bawah 3% PDB.
"Nah, tingkat suku bunga yang naik kita sudah tahu dan kita antisipasi, pemerintah kita antisipasi, gimana suku bunga meningkat dan dampaknya terhadap APBN itu sudah kita antisipasi juga," paparnya.
Menurut Febrio, Bank Indonesia (BI) juga selalu memantau pergerakan nilai tukar serta siap mengambil langkah intervensi apabila diperlukan. "Sejauh ini masih bisa mengatur transaksi baik valas terutama untuk jagain kursnya terjaga," tegas Febrio.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Amankan Rupiah, BI Beli Surat Utang Pemerintah Rp8,8 T