
Bos Sawit, Harga CPO Naik Lagi! Tapi Hati-hati Ya!

Jakarta, CNBC Indonesia -Harga komoditas minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) Malaysia kembali naik di sesi pembukaan perdagangan Senin (13/6/2022), setelah pekan lalu harga CPO anjlok 8%. Namun, harga CPO diprediksikan akan turun hari ini.
Mengacu pada Refinitiv, pukul 09:46 WIB harga CPO di banderol di level MYR 5.968/ton atau naik 0,81%.
Menurut Analis Reuters, Wang Tao, harga CPO diprediksikan akan turun menjadi MYR 5.702/ton didorong oleh gelombang (C) yang kuat.
Secara teknis, titik target MYR 5.702/ton akan tercapai ketika harga CPO menembus titik support di MYR 5.892/ton.
![]() |
Kontrak minyak sawit berjangka Malaysia berakhir anjlok lebih dari 4% pada Jumat (10/6) di banderol MYR5.920/ton (US$1.350/ton) dan menjadi posisi terendah dalam dua bulan.
Hal tersebut terjadi karena produsen utama CPO dunia, yakni Indonesia mulai melonggarkan kebijakan ekspor untuk "flush out" dan terbebani karena pembatasan Covid-19 yang diberlakukan di beberapa bagian di Shanghai.
Flush out atau program percepatan penyaluran ekspor, di mana Indonesia akan memberikan kesempatan kepada eksportir CPO yang tidak tergabung dalam program Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH) untuk dapat melakukan ekspor.
Artinya, produsen CPO akan mulai mengekspor CPO lebih banyak dan supply akan bertambah, tapi demand terhadap CPO akan berkurang. Karena salah satu konsumen CPO terbesar dunia yaitu China kembali memberlakukan penguncian area di Shanghai. Sehingga, harga CPO pun menjadi turun.
Harga CPO merosot hampir 8% sepanjang pekan lalu dan berada di pekan penurunannya untuk pertama kali sejak tiga pekan.
Tidak hanya itu, sentimen negatif masih berhembus kencang di Malaysia. Malaysia merupakan negara produsen kedua terbesar CPO dunia setelah Indonesia.
Pada Jumat (10/6), Diler Kargo Surveyor Intertek Testing Services melaporkan bahwa ekspor CPO Malaysia periode 1-10 Juni turun 3,4% dari periode yang sama di Mei.
Selain itu, Malaysia masih belum dapat menyelesaikan permasalahannya terhadap krisis tenaga kerja, meskipun telah mencabut penguncian akibat Covid-19 dan mulai merekrut pekerja asing pada Februari.
Namun, Malaysia belum dapat mengembalikan pekerja asing yang signifikan karena lambatnya persetujuan pemerintah dan negosiasi yang berlarut-larut dengan Indonesia dan Bangladesh mengenai perlindungan pekerja.
Malaysia kekurangan setidaknya 1,2 juta pekerja di bidang manufaktur, perkebunan dan konstruksi, kekurangan yang semakin memburuk setiap hari karena permintaan tumbuh dengan meredanya pandemi. Di industri kelapa sawit, Malaysia masih kekurangan 120.000 pekerja asing.
Pasalnya, industri minyak sawit biasanya menyumbang sekitar 5% terhadap ekonomi Malaysia. Asosiasi Pemilik Perkebunan Malaysia (MEOA) telah memperingatkan potensi kehilangan 3 juta ton pada tahun ini karena buah membusuk tanpa dipetik dan kerugian diprediksi akan mencapai US$4 miliar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tak Ada Kabar Baik, CPO Lagi-lagi Merosot