
Sudah 2 Hari Beruntun Rupiah Ambrol di Eropa, Kok Bisa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah tidak berdaya terhadap euro, poundsterling, dan dolar franc swiss pada perdagangan Jumat (10/6). Artinya, rupiah telah terkoreksi terhadap ketiga mata uang di Benua Biru selama dua hari beruntun. Apa penyebabnya?
Melansir Refinitiv, pukul 11:50 WIB, rupiah terkoreksi terhadap euro sebanyak 0,24% ke 15.490,31/EUR dan rupiah melemah terhadap poundsterling 0,14% ke Rp 18.210,01/GBP.
Selain itu, dolar franc swiss yang menyandang status sebagai salah satu aset lindung, terapresiasi terhadap Mata Uang Tanah Air sebesar 0,22% ke Rp 14.877/CHF.
Kemarin, bank sentral Eropa (ECB) menyatakan bahwa mereka akan mengakhiri skema stimulus jangka panjang yang akan dimulai pada 1 Juli 2022 dan akan menaikkan suku bunga acuan untuk pertama kalinya sejak 2011.
ECB mengatakan akan menaikkan suku bunga acuannya sebanyak 25 basis poin pada pertemuan selanjutnya di 21 Juli dan akan melakukan hal serupa pada 8 September, kecuali prospek inflasi membaik.
"Kami akan memastikan bahwa inflasi kembali ke target 2% kami dalam jangka menengah. Ini bukan hanya sebuah langkah, ini adalah sebuah perjalanan," kata Presiden ECB Christine Lagarde pada konferensi pers dikutip dari Reuters.
ECB menaikkan proyeksi inflasi sekali lagi, menjadi 6,8% untuk tahun ini dibandingkan perkiraan sebelumnya sebesar 5,1%, serta melihat inflasi sebesar 3,5% pada tahun 2023 dan 2,1% pada 2024.
Sementara itu, di zona Inggris, sebuah survei dari akuntan KPMG dan Konfederasi Perekrutan Ketenagakerjaan (REC) menunjukkan bahwa adanya perlambatan pada penambahan pekerja Inggris pada Mei dan menjadi laju paling lambat sejak awal 2021. Perekrutan pekerja di Mei berada di posisi 59,2 dari 59,8 di bulan sebelumnya.
Kepala Eksekutif REC Neil Carberry mengatakan bahwa lowongan pekerja tetap tinggi meskipun ada sedikit penurunan dalam pertumbuhan untuk upah.
"Pasar untuk lowongan pekerja sementara, lebih stabil daripada pekerja penuh waktu, yang menunjukkan bahwa pengusaha sedikit berhati-hati dalam menghadapi inflasi yang tinggi," tambahnya.
Pasar tenaga kerja yang mulai longgar, bisa menjadi salah satu hal positif karena lonjakan permintaan untuk pekerja dan kenaikan upah pada beberapa waktu lalu, ikut memberikan kontribusi terhadap melonjaknya angka inflasi di Inggris.
Meski begitu, investor masih menanti keputusan suku bunga acuan oleh Bank of England (BOE) yang dijadwalkan akan dirilis pada Kamis (16/6) pekan depan.
Beberapa analis masih memprediksikan BOE akan tetap bertindak agresif mengikuti jejak bank sentral dunia lainnya untuk mengendalikan inflasi.
Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas Amerika Serikat (AS) memprediksikan bahwa BOE akan menaikkan suku bunga acuannya sebanyak 145 basis poin sepanjang tahun ini.
Keperkasaan ketiga mata uang di Benua Eropa terhadap rupiah, tentunya ditopang oleh prediksi pasar bahwa ECB dan BOE akan segara menaikkan suku bunga acuannya pada Juli. Sehingga, membuat mata uangnya lebih stabil karena dinilai lebih menarik oleh investor.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Melemah Di Eropa, Ekonomi Inggris Diramal Resesi?