Duh! Rupiah Menuju Pelemahan 5 Hari Beruntun

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
10 June 2022 09:10
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Jumat (10/6/2022). Jika tak mampu bangkit hingga penutupan nanti, rupiah akan mencatat pelemahan 5 hari beruntun, alias tidak pernah menguat di pekan ini.

Rupiah langsung melemah 0,07% ke Rp 14.570/US$ saat pembukaan perdagangan. Depresiasi bertambah menjadi 0,14% ke Rp 14.580/US$ pada pukul 9:04 WIB.

Tanda-tanda rupiah akan melemah sudah terlihat sejak pagi tadi, pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) lebih lemah ketimbang beberapa saat setelah penutupan perdagangan kemarin.

Periode

Kurs Kamis (9/6) pukul 15:13 WIB

Kurs Jumat (10/6) pukul 8:58 WIB

1 Pekan

Rp14.544,5

Rp14.577,5

1 Bulan

Rp14.555,0

Rp14.569,3

2 Bulan

Rp14.569,5

Rp14.602,5

3 Bulan

Rp14.566,1

Rp14.618,0

6 Bulan

Rp14.636,6

Rp14.678,0

9 Bulan

Rp14.717,0

Rp14.763,0

1 Tahun

Rp14.785,0

Rp14.857,0

2 Tahun

Rp15.163,8

Rp15.231,6

NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot.

Rupiah kemarin malah merosot tajam, padahal data yang dirilis Bank Indonesia kemarin menunjukkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Mei 2022, naik tajam dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 113,1 dan menjadi rekor tertinggi.

Sayangnya data tersebut belum mampu mendongkrak kinerja rupiah. Para pelaku pasar menanti rilis data inflasi AS pada Jumat (10/6/2022). Sebelum rilis data tersebut, rupiah masih akan sulit menguat.

Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) Mei diperkirakan tumbuh 0,7% dari bulan sebelumnya (month-to-month/mtm), berdasarkan konsensus di Trading Economics. Kemudian CPI inti diramal tumbuh 0,5% (mtm) melambat dari sebelumnya 0,3% (mtm).

Kemudian secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi diperkirakan tumbuh 8,3% di Mei, sama dengan bulan sebelumnya. Sedangkan inflasi inti tumbuh 5,9% (yoy), melambat dari April sebesar 6,2%.

Rilis data inflasi tersebut akan mempengaruhi ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed di tahun ini.

Selain itu, sentimen negatif datang dari China. Per 1 Juni lalu, pemerintah China memang sudah membuka 'gembok' di sejumlah wilayah, karantina wilayah (lockdown) resmi dicabut.

Namun dalam hitungan hari, lockdown datang lagi. Distrik Minhang di Shanghai kembali 'dikunci' karena kenaikan kasus positif harian Covid-19. Warga Minhang diminta untuk #dirumahaja selama dua hari untuk mencegah risiko penularan.

Lockdown tersebut tentunya berisiko memperlambat pertumbuhan ekonomi China lagi, yang akan berdampak ke perekonomian global.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular