AS di Bibir Jurang Resesi, Ini Dampak Ngerinya Bagi Indonesia

Redaksi, CNBC Indonesia
10 June 2022 08:50
[DALAM] Resesi
Foto: Arie Pratama

Meningkatnya inflasi telah menyebabkan ekspektasi lebih cepat dalam pengetatan kebijakan moneter di seluruh dunia. Imbal hasil obligasi ekonomi telah meningkat secara nyata dan ukuran volatilitas ekuitas telah melihat meningkat, membebani laju aset berisiko.

Bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserves/The Fed) secara agresif telah meninggalkan era suku bunga rendah. Bulan lalu, The Fed menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 0,75% - 1%. Kemudian diperkirakan pada bulan ini kenaikan suku bunga akan konstan di 50 basis poin.

Kenaikan suku bunga ini memicu apresiasi dolar AS terhadap mata uang negara berkembang yang lebih besar dari apresiasi terkait taper tantrum 2013. Hal ini membuat pembayaran utang dengan dolar jauh lebih besar nilainya.

Secara keseluruhan, kondisi keuangan EMDE telah mencapai level paling ketat mereka sejak awal pandemi, karena selera risiko investor telah dilemahkan oleh konflik di Ukraina, lockdown di Cina, dan suku bunga yang lebih tinggi di negara ekonomi maju.

Ekuitas dan hutang mengalir ke negara berkembang berubah tajam menjadi negatif di bulan Maret. Sementara penerbitan obligasi pada kuartal pertama tahun 2022 di seluruh negara berkembang lebih lemah daripada di kuartal pertama sejak 2016.

Negara-negara di Eropa dan Asia Tengah dan negara-negara dengan importir komoditas pernah mengalami utang jangka pendek yang cukup besar dan arus keluar ekuitas.

Lalu, daerah dengan jumlah besar eksportir komoditas telah melihat arus neraca dagang yang lebih tangguh.

Sejak eskalasi geopolitik, spread telah meningkat di seluruh rata-rata negara berkembang antara negara pengimpor dan pengekspor komoditas.Di mana jauh lebih banyak di antara pengimpor komoditas dibanding eksportir.

Sri Mulyani menyampaikan, setiap kali AS menaikkan suku bunga acuan, beberapa negara alami krisis keuangan. "Sekarang kita harus hati-hati dengan tren suku bunga naik, potensi krisis keuangan di berbagai dunia mungkin akan terjadi," tegas Sri Mulyani.

Contohnya ketika 1980, ketika AS menaikkan suku bunga acuan sampai dengan 20%, maka Brasil, Argentina dan Meksiko alami krisis keuangan. Hal yang sama juga terjadi lagi ketika tahun 1990 di mana suku bunga AS naik menjadi 9,75%. "Ketika interest rate naik, emerging seperti Brasil, Meksiko dan Argentina krisis keuangan," jelasnya.

(mij/mij)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular