
Jeblok! Rupiah Melemah 4 Hari Beruntun

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah terpuruk melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (9/6/2022). Dengan demikian, sepanjang pekan ini rupiah melemah 4 hari beruntun, padahal data dari dalam negeri menunjukkan tingkat keyakinan konsumen mencatat rekor tertinggi.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,07% ke Rp 14.500/US$. Kinerja rupiah semakin jeblok hingga 0,53% ke Rp 14.567/US$.
Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.560/US$, melemah 0,48% di pasar spot.
Bank Indonesia (BI) pagi tadi merilis hasil Survei Konsumen. Hasilnya, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Mei 2022, yang bertepatan dengan jatuhnya Hari Raya Idul Fitri, berada di 128,9. Naik tajam dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 113,1 dan menjadi rekor tertinggi.
"IKK terpantau pada seluruh kategori pengeluaran, usia, dan tingkat pendidikan responden. Secara spasial, peningkatan IKK terjadi di hampir seluruh kota cakupan survei, dengan yang tertinggi di kota Bandung, diikuti kota Pangkal Pinang dan Mataram," sebut laporan BI.
Keyakinan konsumen pada Mei 2022 yang menguat, lanjut laporan BI, didorong oleh meningkatnya persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini. Peningkatan tersebut terjadi pada persepsi terhadap penghasilan saat ini, ketersediaan lapangan kerja, dan pembelian barang tahan lama (durable goods).
Penguatan keyakinan konsumen pada Mei 2022 juga didorong oleh meningkatnya ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi ke depan, terutama ekspektasi terhadap kondisi usaha ke depan.
Sayangnya kenaikan IKK tersebut masih belum mampu mendongkrak kinerja rupiah. Pelaku pasar saat ini menanti rilis data inflasi besok serta pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) pekan depan.
Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) Mei diperkirakan tumbuh 0,7% dari bulan sebelumnya (month-to-month/mtm), berdasarkan konsensus di Trading Economics. Kemudian CPI inti diramal tumbuh 0,5% (mtm) melambat dari sebelumnya 0,3% (mtm).
Kemudian secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi diperkirakan tumbuh 8,3% di Mei, sama dengan bulan sebelumnya. Sedangkan inflasi inti tumbuh 5,9% (yoy), melambat dari April sebesar 6,2%.
Rilis data inflasi tersebut akan mempengaruhi ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed di tahun ini. Pada pekan depan, The Fed memang hampir pasti akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin, begitu juga pada Juli nanti.
Namun setelahnya, ada peluang kenaikan suku bunga akan dihentikan sementara, tentunya jika inflasi terus menunjukkan penurunan.
Hal tersebut bisa membuat dolar AS mengalami koreksi, tetapi pelaku pasar tentunya juga menanti kepastian rilis data inflasi tersebut. Dolar AS pun masih perkasa, ada antisipasi jika inflasi belum melandai, maka The Fed akan tetap agresif dalam menaikkan suku bunga.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Ngeri! 3 Hari Melesat 3% ke Level Terkuat 3 Bulan
