Bursa Asia Ditutup Cerah, Nikkei Melesat Pasca Rilis Data PDB

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
08 June 2022 16:54
People walk by an electronic stock board of a securities firm in Tokyo, Tuesday, Dec. 3, 2019. Asian shares slipped Tuesday, following a drop on Wall Street amid pessimism over U.S.-China trade tensions. (AP Photo/Koji Sasahara)
Foto: Bursa Jepang (Nikkei). (AP Photo/Koji Sasahara)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup menguat pada perdagangan Rabu (8/6/2022), mengekor bursa saham Amerika Serikat (AS) yang kembali menghijau pada perdagangan Selasa kemarin waktu setempat.

Hanya indeks Straits Times Singapura (STI) dan KOSPI Korea Selatan yang ditutup di zona merah pada perdagangan hari ini. STI ditutup melemah 0,18% ke level 3.225,8, sedangkan KOSPI turun tipis 0,01% ke posisi 2.626,15.

Sementara sisanya berhasil ditutup di zona hijau. Indeks Nikkei Jepang ditutup melesat 1,04% ke level 28.234,289, Hang Seng Hong Kong melejit 2,24% ke 22.014,59, Shanghai Composite China menguat 0,68% ke 3.263,79, ASX 200 Australia bertambah 0,36% ke 7.121,1, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir terapresiasi 0,73% ke posisi 7.193,31.

Dari Jepang, pertumbuhan Ekonomi Jepang terkontraksi 0,5% (yang disetahunkan/annualized) pada kuartal I tahun 2022. Kontraksi ini lebih kecil dibandingkan data awal yang dikeluarkan di Mei yakni negatif 1%.

Data Kantor Kabinet Jepang juga mencatat Produk Domestik Bruto (PDB) di kuartal I-2022 terkontraksi 0,1% dibandingkan kuartal sebelumnya (annualized quarter-on-quarter/qoq). Lebih baik dibandingkan kontraksi 0,2% pada data awal.

Perekonomian Jepang terkontraksi akibat tingginya inflasi serta lonjakan kasus virus corona (Covid-19) varian Omicron.

Inflasi di Negara Matahari Terbit melejit ke level 1,2% di bulan Maret 2022, yang merupakan level tertinggi sejak Oktober 2018. Inflasi kembali melonjak ke angka 2,5% pada bulan April, yang menjadi rekor tertinggi sejak Oktober 2014.

Lonjakan kasus Covid-19 sepanjang kuartal ketiga dan keempat tahun 2021 memukul perekonomian Jepang. Sebelumnya, ekonomi Jepang pada kuartal III-2021 terkontraksi 3,6% dan pada kuartal IV-2021 ekonominya terkontraksi 4,6% (annualized), terutama karena lesunya konsumsi dan menurunnya produksi mobil.

Kontraksi sebesar 0,5% di kuartal I-2022 memberi angin segar bahwa perekonomian Jepang mulai pulih. Pemulihan utamanya dipicu oleh peningkatan konsumsi di tengah membaiknya keadaan pasca pandemi Covid-19.

Di lain sisi, pelaku pasar di Asia-Pasifik pada hari ini cenderung optimis, meski ketidakpastian kondisi global masih mengancam saham-saham di kawasan tersebut.

Bursa Asia-Pasifik juga mengekor bursa saham AS, Wall Street yang kembali menghijau pada perdagangan Selasa kemarin waktu AS. Namun pada hari ini, kontrak berjangka (futures) indeks bursa AS cenderung bergerak melemah setelah menguat dua hari beruntun.

Sebelum kembali pulih, Wall Street terpapar sentimen negatif dari pasar obligasi pemerintah AS. Pada Senin awal pekan ini, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS menyentuh di atas 3%, tepatnya di level 3,0399%. Ini adalah yang tertinggi sejak 6 Mei atau sebulan terakhir.

Tingginya yield obligasi membuat perhatian investor tersedot ke pasar surat utang. Pasar saham jadi sepi peminat. Selain itu, kenaikan yield menjadi cerminan biaya dana akan semakin mahal. Pada saatnya, suku bunga perbankan akan ikut menyesuaikan.

Hal ini menjadikan biaya ekspansi emiten akan semakin tinggi. Laba bakal tergerus, sehingga investor sulit berharap mendapat dividen tinggi.

"Risiko tekanan terhadap pertumbuhan laba emiten semakin tinggi. Kekhawatiran ini yang sedang menyelimuti pasar," kata Andrea Cicione, Head of Strategy di TS Lombard, seperti dikutip dari Reuters.

Selain itu, pelaku pasar juga masih cenderung memasang mode wait and see. Akhir pekan ini, data inflasi AS periode Mei akan dirilis.

Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan inflasi Negeri Paman Sam bulan lalu akan sebesar 8,3% secara tahunan (yoy). Tidak berubah dibandingkan bulan sebelumnya, masih bertahan di level tinggi.

Dengan inflasi yang tinggi, maka makin kuat alasan bagi bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) untuk mengetatkan kebijakan moneter secara agresif.

Pasar memperkirakan Ketua The Fed, Jerome Powell dan anggotanya akan menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin (bp) pekan depan. Mengutip CME FedWatch, peluang ke arah sana mencapai 97,2%.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular