
Batu Bara & CPO Bakal Bye, 'Harta Karun' Ini Jadi Andalan RI

Indonesia mungkin akan kehilangan penerimaan besar dari komoditas batu bara dan CPO di tahun depan. Namun, Indonesia masih memiliki komoditas andalan untuk mendongkrak penerimaan, yakni nikel.
Dalam diskusi yang sama, analis komoditas dari Dana Moneter Internasional (IMF) Martin Stuermer mengatakan nikel akan menjadi primadona di masa depan.
Harga nikel diperkirakan akan bertahan tinggi setidaknya dalam dua dekade ke depan karena transisi energi dari fosil ke energi ramah lingkungan.
Nikel merupakan komponen penting dalam pembuatan baterai kendaraan listrik sehingga permintaannya diperkirakan kan meningkat tajam seiring kenaikan produksi kendaraan listrik.
Total nilai produksi nikel pada 2040 diperkirakan akan menembus US$ 4,2 triliun, melonjak tajam dari US$ 0,6 triliun di tahun 2018.
![]() Proyeksi harga nikel |
Indonesia merupakan negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia. Berdasarkan data USGS pada Januari 2020 dan Badan Geologi 2019, mengutip dari Booklet Nikel yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2020, jumlah cadangan nikel RI tercatat mencapai 72 juta ton nikel (termasuk nikel limonite/ kadar rendah). Jumlah ini mencapai 52% dari total cadangan nikel dunia sebesar 139.419.000 ton nikel.
"Komoditas logam seperti nikel akan berperan penting dalam upaya memenuhi net zero emissions. Konsumsi nikel bisa naik tiga kali lipat dalam 20 tahun ke depan," tutur Martin.
Martin memperkirakan harga nikel bisa saja melonjak menjadi US$ 40.000 per ton, jauh lebih tinggi daripada yang tercatat sekarang. Pada Selasa (7/6/2022) pukul 16.00 WIB harga nikel dunia tercatat US$ 28.875/ton.
Dia mengatakan target emisi tentu saja akan mengalami persoalan atau maju mundur karena investasi di energy bersih bisa saja bermasalah. Namun, ketidakpastian di pasar juga bisa mendulang harga nikel di masa depan.
Berkah komoditas tidak hanya dialami Indonesia pada tahun ini saja. Indonesia juga pernah mendapat berkah yang sama pada tahun 1970an di tengah harga minyak serta tahun 20111-2014 karena CPO.
Pada tahun 2011, misalnya, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Sumber Daya Alam (SDA) mencapai Rp 213,8 triliun, melonjak dibandingkan tahun 2010 (Rp 168,8 triliun). Penerimaan tersebut di atas target APBN 2011 yang ditargetkan Rp 191,98 triliun.
Pada tahun 2011, penerimaan SDA migas mencapai Rp 205,8 sementara dari SDA non migas mencapai Rp 20,3 triliun.
Kenaikan penerimaan tersebut membantu menurunkan defisit pada tahun 2011. Realisasi defisit anggaran hanya menembus 1,14% dari PDB, jauh di bawah yang ditetapkan dalam APBN-P 2011 yakni 2,1% dari PDB. Padahal, subsidi energi pada tahun tersebut menembus Rp 255,6 triliun.
Kenaikan harga komoditas juga mendongkrak penerimaan negara dari Rp 168,8 triliun pada 2010 menjadi Rp 240,8 triliun. PNBP SDA melorot menjadi Rp 101 triliun pada 2015 seiring berakhirnya booming komoditas.
(mae/mij)
[Gambas:Video CNBC]