Duh! Rupiah Nyaris Tembus Rp 14.500/US$, Ada Apa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah belum mampu menunjukkan tajinya melawan dolar Amerika Serikat (AS) di pekan ini. Hingga perdagangan Rabu (8/6/2022) rupiah melemah 3 hari beruntun, bahkan nyaris menembus Rp 14.500/US$.
Di awal perdagangan hari ini, rupiah sebenarnya sempat menguat 0,03% ke Rp 14.445/US$, tetapi tidak lama malah berbalik melemah dan tertahan di zona merah sepanjang perdagangan.
Depresiasi rupiah sempat terakselerasi hingga 0,28% ke Rp 14.495/US$, sebelum mengakhiri perdagangan di Rp 14.490/US$, atau melemah 0,25% di pasar spot.
Dari dalam negeri, cadangan devisa (cadev) Indonesia turun tipis sepanjang bulan Mei, padahal sebelumnya ada kekhawatiran akan tergerus lebih dalam. Sebabnya, Pada bulan lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya, yang merupakan salah satu penyumbang devisa terbesar.
Bank Indonesia (BI) pada Rabu melaporkan cadangan devisa bulan pada akhir Mei sebesar US$ 135,6 miliar, turun US$ 100 juta dibandingkan bulan sebelumnya.
"Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Mei 2022 tetap tinggi sebesar 135,6 miliar dolar AS, relatif stabil dibandingkan dengan posisi pada akhir April 2022 sebesar 135,7 miliar dolar AS. Perkembangan posisi cadangan devisa pada Mei 2022 antara lain dipengaruhi oleh penerimaan devisa migas, pajak dan jasa, serta kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah," sebut keterangan tertulis BI.
Meski berada di level terendah sejak November 2020 lalu, tetapi posisi cadangan devisa tersebut, setara dengan pembiayaan 6,8 bulan impor atau 6,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Di bulan April lalu, jeblok hingga US$ 3,4 miliar dari bulan sebelumnya, dan dikhawatirkan hal yang sama akan terjadi di bulan Mei, sebab ada larangan ekspor CPO dan turunannya.
CPO yang termasuk dalam ekspor HS 15 (lemak dan minyak hewani/nabati) merupakan salah satu penopang neraca perdagangan Indonesia hingga mampu mencetak surplus dalam 23 bulan beruntun. Kontribusinya terhadap total ekspor menjadi yang terbesar kedua setelah HS 27 (bahan bakar mineral) yakni batu bara.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) nilai ekspor HS 15 sepanjang kuartal I-2022 mencapai US$ 7,9 miliar mengalami kenaikan lebih dari 13% dari periode yang sama tahun lalu.
Setiap bulannya ekspor CPO dan produk turunannya tersebut berada di kisaran US$ 2,5 miliar - US$ 3 miliar.
Nilai tersebut sebagian besar akan lenyap akibat larangan ekspor CPO, sehingga devisa bisa menjadi seret. Pasalnya, Presiden Jokowi mengeluarkan kebijakan melarang ekspor CPO sejak 28 April hingga 23 Mei lalu, guna memastikan ketersediaan dan menurunkan harga minyak goreng di dalam negeri.
Namun sayangnya, meski turun tipis, rilis data cadangan devisa tersebut belum mampu mendongkrak kinerja rupiah.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Pasar Tunggu Kejelasan Suku Bunga The Fed
(pap/pap)