
NFP Bikin Dolar AS Garang Lagi, Rupiah Patut Waspada?

Rupiah pada pekan lalu mampu mencatat penguatan mingguan terbesar di tahun 2022 setelah data menunjukkan inflasi di Indonesia yang melandai. Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin melaporkan inflasi inti bulan Mei melambat menjadi 2,58% year-on-year (yoy), dari bulan sebelumnya 2,6% (yoy).
Inflasi inti merupakan acuan Bank Indonesia dalam menetapkan kebijakan moneter, dengan mulai melandai maka tekanan untuk menaikkan suku bunga juga tidak besar. Dengan suku bunga acuan di tahan di rekor terendah 3,5%, tentunya akan membantu pertumbuhan ekonomi.
Hal tersebut tentunya menjadi sentimen positif bagi rupiah, sebab meski bank sentral AS (The Fed) agresif menaikkan suku bunga, tetapi perekonomiannya malah terancam mengalami resesi.
Dengan momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih bisa dipertahankan, aliran modal tentunya berpeluang masuk lagi ke dalam negeri, rupiah bisa jadi bertenaga.
Sepanjang minggu lalu, investor asing membukukan beli bersih (net buy) senilai Rp 4,75 triliun. Jauh lebih baik ketimbang pekan sebelumnya yaitu net buy Rp 1,61 triliun.
Di pasar obligasi pemerintah, Bank Indonesia (BI) melaporkan terjadi net buy oleh investor asing sebesar Rp 5,94 triliun. Dengan demikian, investor asing memborong aset-aset di pasar keuangan Tanah Air lebih dari Rp 10 triliun sepanjang pekan lalu.
Berlanjutnya capital inflow tersebut tentunya bisa menjaga kinerja rupiah ke depannya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]