Rupiah Trengginas! Catat Kinerja Mingguan Terbaik di 2022

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 June 2022 15:13
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Melandainya inflasi di Indonesia terus mampu menopang penguatan rupiah melawan dolar Amerika Serikat (AS). Pada perdagangan Jumat (3/6/2022), rupiah kembali mencatat penguatan tajam, melanjutkan kinerja apik Kamis kemarin.

Melansir data Refnitiv, rupiah langsung melesat 0,41% ke Rp 14.420/US$. Penguatan rupiah sempat bertambah ke Rp 14.415.US$ yang merupakan level terkuat sejak 27 April. Meski penguatan kemudian terpangkas, tetapi sama dengan kemarin, rupiah tidak pernah mencicipi zona merah sepanjang perdagangan.

Di penutupan, rupiah berada di Rp 14.435/US$, menguat 0,31%. Kemarin rupiah tercatat mampu menguat 0,69% yang menjadi penguatan harian tersebut merupakan terbesar sejak 14 Oktober lalu. Ditambah hari ini, total penguatan rupiah pekan ini sebesar 0,96%, menjadi kinerja mingguan terbaik sepanjang 2022. 

 

Inflasi di Indonesia yang melandai memberikan sentimen positif ke rupiah. Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin melaporkan inflasi inti bulan Mei melambat menjadi 2,58% year-on-year (yoy), dari bulan sebelumnya 2,6% (yoy).

Inflasi inti merupakan acuan Bank Indonesia dalam menetapkan kebijakan moneter, dengan mulai melandai maka tekanan untuk menaikkan suku bunga juga tidak besar. Dengan suku bunga acuan di tahan di rekor terendah 3,5%, tentunya akan membantu pertumbuhan ekonomi.

Sementara itu, indeks dolar AS kemarin merosot 0,66% dan sore ini berlanjut lagi 0,15%.

Indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini masih terus menurun di tengah spekulasi seberapa agresif bank sentral AS (The Fed) akan menaikkan suku bunga di tahun ini.
Sebelumnya, pasar melihat The Fed akan terus menaikkan suku bunga hingga mencapai 2,75% - 3% di akhir tahun nanti. Tetapi, pasca rilis notula rapat kebijakan moneter The Fed, pasar melihat adanya kemungkinan The Fed tidak akan seagresif itu.

Dalam notula tersebut terungkap terungkap para pejabat The Fed sepakat untuk menaikkan suku bunga 50 basis poin di bulan Juli dan Juli. Mereka melihat jika suku bunga segera dinaikkan, maka di sisa tahun ini The Fed akan berada di posisi yang bagus untuk menilai efek dari kenaikan suku bunga tersebut.

Artinya, ada peluang The Fed akan menunda kenaikan suku bunga untuk sementara setelah menaikkan 50 basis poin di bulan Juni dan Juli.

"Pasar mulai sedikit optimistis The Fed tidak akan terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga, dan beberapa aksi jual yang melanda aset berisiko, khususnya saham, mungkin telah berakhir. Hal itu memicu sedikit reli aset berisiko yang berdampak buruk bagi dolar AS," kata Ed Moya, analis senior di Oanda, sebagaimana dilansirReuters, Kamis (26/5/2022).

Presiden The Fed wilayah Antlanta, Raphael Bostic sebelumnya juga menyiratkan The Fed bisa menghentikan sementara kenaikan suku bunganya di bulan September.
Namun Wakil Ketua The Fed, Lael Brainard menyatakan apa yang diungkapkan Bostic bukan pandangan utama The Fed.

Brainard sendiri melihat The Fed akan terus menaikkan suku bunga sampai ada inflasi melandai. Bahkan ia menyatakan The Fed bisa terus menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin setelah bulan Juli nanti

Seperti diketahui, bulan lalu The Fed menaikkan suku bunga 50 basis poin menjadi 0,75% - 1%, dan akan menaikkan dengan besar yang sama pada bulan ini dan Juli nanti.

"Jika kita tidak melihat penurunan inflasi bulanan, jika kita tidak melihat demand yang sangat tinggi mulai menurun, maka akan tepat jika kembali menaikkan suku bunga dengan besar yang sama di pertemuan-pertemuan selanjutnya," kata Brainard sebagaimana dilansir Reuters, Kamis (2/6/2022).

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Aset Berisiko Diburu, Dolar AS Tertekan

Sentimen pelaku pasar yang membaik dan kembali ke aset-aset berisiko memberikan tekanan bagi dolar AS.

"Ada beberapa faktor yang membuat dolar AS tertekan, tetapi sebagian besar merupakan sentimen terhadap risiko yang membaik," kata John Doyle, vice presiden dealing dan trading di Monex USA, sebagaimana dilansir Reuters, Kamis (2/6/2022).

Salah satu alasan membaiknya sentimen pelaku pasar yakni, tekanan global berupa kenaikan harga energi yang diekspektasikan berkurang. Sebab Organisasi Negara Pengekspor Minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) memutuskan menaikkan produksinya dalam rapat tadi malam (WIB).

Rapat OPEC+ yang diikuti anggota OPEC dan produsen minyak di luar OPEC, memutuskan menaikkan produksi sebesar 648.000 barel per hari pada Juli dan Agustus, mengakhiri pemangkasan produksi terbesar dalam sejarah akibat pandemi Covid-19.

Dengan kenaikan tersebut, harga minyak mentah diharapkan tidak lagi menanjak naik, sehingga tekanan inflasi akibat kenaikan harga energi menjadi berkurang. Ancaman resesi hingga stagflasi pun bisa berkurang yang membuat sentimen pelaku pasar membaik.

"Kabar Arab Saudi yang akan memproduksi lebih banyak minyak mentah serta China yang akan melonggarkan karantina wilayah membuat sentimen pelaku pasar membaik dan tidak menguntungkan bagi aset safe haven seperti dolar AS," kata Doyle.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular