Jakarta, CNBC Indonesia - Laju emas dunia penuh dinamika walaupun tahun 2022 baru setengah jalan. Sempat menyentuh US$ 2.069/troy ons, harga emas saat ini terdampar di US$ 1.851,93/troy ons. Bahkan, dari harga tertinggi, harga emas sempat terjun ke US$ 1.786/troy ons.
Pada awal tahun ini harga emas dunia langsung melejit setelah konflik antara Rusia dan Ukraina pecah menjadi aksi saling serang militer. Hal ini menimbulkan ketikdakpastian ekonomi global.
Pasalnya aksi saling serang dilakukan oleh dua negara yang memiliki pengaruh penting terhadap ketersediaan energi dan pangan dunia.
Rusia adalah salah satu penghasil energi utama dunia seperti minyak mentah, gas bumi, dan batu bara. Masing masing utrutan keempat, kedua, dan ketiga produsen terbesar dunia.
Buntut dari serangan Rusia ke Ukraina adalah dikucilkannya negara yang dipimpin Vladimir Putin tersebut. Pasokan energi Rusia berangsur menyusut di pasar. Hasilnya harga minyak, gas, dan batu bara melejit.
Begitu juga dengan Ukraina yang merupakan lahan biji-bijian pangan dunia. Akibatnya harga gandum, jagung, dan biji kedelai turut melesat.
Imbasnya, inflasi menjadi lebih panas di berbagai negara. Di Amerika Serikat (AS), laju inflasi sangat cepat bahkan mencapai 8,3% year-on-yar/yoy pada bulan Maret, tertinggi sejak 40 tahun lalu.
Saat inflasi memanas, nilai uang makin susut. Emas pun dilirik investor untuk mengamankan nilai asetnya.
Namun, inflasi memiliki dua sisi yang harus diterima emas. Satu sisi menguntungkan, namun sisi lain jadi pemicu bank sentral dunia mulai meninggalkan era suku bunga murah. Bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserves/The Fed) menaikkan suku bunga menjadi 0,75% - 1%.
Suku bunga merupakan 'musuh' utama emas, ketika suku bunga di AS naik maka daya tarik emas sebagai aset tanpa imbal hasil akan menurun. Selain itu, opportunity cost berinvestasi juga akan mengalami peningkatan.
Emas saat ini mulai diburu lagi karena kekhawatiran inflasi lebih tinggi dibanding kenaikan suku bunga. Ini sebabnya harga harga emas dunia sudah menguat dalam tiga minggu beruntun.
Emas memang sejak dulu diburu, entah batangannya atau tambangnya. Saking mengkilapnya emas, dahulu satu dunia tertipu atas klain cadangan emas berjuta ton di Indonesia. Jika masih ingat, skandal Bre-X.
Akhir abad 20 dunia digemparkan dengan klaim penemuan potensi emas 30 juta ton di tanah Indonesia. Cerita itu mampu membuat seorang yang melarat jadi konglomerat. Dia adalah David Walsh pendiri Bre-X.
Sebelum tahun 1993, Bre-X Minerals Ltd cuma perusahaan tambang kecil di Kanada. Perusahaan yang berdiri pada 1988 dan didirikan David Walsh ini baru melakukan hal luar biasa pada 1993. Walsh ke Jakarta dan berusaha menemui seorang ahli geologi John Felderhof.
Dari Jakarta, mereka berdua lalu melakukan perjalanan 12 hari di Kalimantan Timur. Dimana ada kawasan yang katanya mengandung emas, namanya Busang. Walsh disarankan Felderhof untuk membeli properti tambang Busang, di daerah Kutai Timur. Saran Felderhof itu lalu diikuti Walsh.
"Sepulang Walsh ke Kanada, ia segera mempersiapkan proyek Busang. Pada Mei 1993 untuk pertama kalinya terbit surat kepada investor dari Bre-X yang menjelaskan potensi Busang," tulis Bondan Winarno dalam Bre-X: Sebongkah Emas di Kaki Pelangi (1997:50). Bulan Oktober 1995, Bre-X mengumumkan Busang mengandung potensi emas lebih dari 30 juta ons.
Harga saham Bre-X yang mulanya sangat kecil, tetapi setelah pengumuman itu jadi melonjak. Nilai tertinggi saham Bre-X pernah mencapai $ 286.50 (dolar Kanada) di Toronto Stock Exchange (TSX), Kanada. Harta Walsh pun ikut terkerek.
Bre-X telah mengankat kekayaan Walsh yang mencapai US$ 500 juta pada akhir 1996, jauh melesat dari tiga tahun sebelumnya yang hanya US$. 7.400. Bahkan menurut Reuters kekayaan Walsh mencapai US$ 1,5 miliar.
Namun, nahas kejayaan Walsh hanya sementara setelah Freeport Mv Moran Copper & Gold Inc melakukan penelitian ulang (due diligence). Freeport melakukan penelitian ulang dalam rangka ikut bergabung dalam konsorsium Busang.
Hasilnya mengejutkan. Apa yang digembor-gemborkan Bre-X ternyata hanyalah pepesan kosong. Deposit emas Busang tak sebesar yang selalu dibanggakan Felderhof. Akhirnya Bre-X pun mengakui bahwa klaim jumlah potensi emas terlalu berlebihan.
Padahal, proyek Busang kala itu sempat menarik perhatian para pengusaha besar 'angkatan' orde baru. Ini tak lepas dari upaya Bre-X supaya bisa terus menjalankan operasinya kala itu.
"Bre-X mencoba untuk bermain dengan menggunakan aturan yang sama dan menjalin kerjasama dengan perusahaan Indonesia milik Sigit Hardjojudanto," tulis George Junus Aditjondro dalam Korupsi Kepresidenan (2006:45). Sigit Harjojudanto yang merupakan putra Soeharto, pemilik PT Panutan Daya. Bre-X mengimingi US $ 1 juta per bulan kepada Panutan Daya sebagai konsultan teknis dan administrasi serta nantinya saham di Busang jika penambangan berjalan.
Sekali lagi,Bre-X mengumumkan kandungan emas di Busang, pada tanggal 3 Desember 1996, bahwa kandungannya mencapai 57,33 juta ton. Setelah Sigit, Mohammad Hasan alias BobHasan juga tertarik ikut bergabung. Diam-diam pada Januari 1997 BobHasan mengakuisisi 50 persen saham PTAskatindo Karya Mineral yang menguasai penambangan Busang II dan PT Amsya Lina yang menguasai penambangan Busang II.
Semua tampak sempurna bagi Bre-X sebelum 19 Maret 1997. Kala itu, direktur eksplorasi Bre-X Michel de Guzman yang asal Filipina menghilang. Ketika naik helikopter Aloutte III dari Temindung Samarinda ke Busang. Heli itu disewa dari PT Indonesia Air Transport, anak perusahaan PT Bimantara Citra milik Bambang Trihatmodjo bin Soeharto.
Singkat cerita, harga saham Bre-X kemudian longsor. Titik terendah yang dicapai Bre-X mencapai C$ 1,5. Bre-X tak ada nilainya lagi. Akhirnya Bre-X bangkrut pada tahun 2002. Skandal emas ini kemudian difilmkan dengan judul Gold yang ditayangkan pada tahun 2017.
Film Gold diproduksi oleh Black Bear Pictures, Boeis Schiller Entertainment, dan Hwy61. Mengutip situs IMDB, budget yang dikeluarkan untuk memproduksi film ini sebesar US$ 20 juta.
Film yang mengangkat skandal emas terbesar ini dibintangi oleh Matthew McConaughey yang juga memerankan Mark Hanna dalam film The Wolf of Wall Street.
Kabarnya Matthew McConaughey harus menaikan berat badannya. Berat badanya pun berhasil naik 18 kilogram (kg). Dia pun hadir dengan perawakan pelontos, bergigi kuning, dan perut yang buncit. Dengan tampilannya bahkan dia hampir tidak dikenali saat melakukan pengambilan adegan di New York.
Meskipun cerita ini mengisahkan penemuan potensi emas di Indonesia, namun saat pengambilan gambar hutan Thailandlah yang digunakan sebagai lokasi.
Meski kisah ini sangat heboh di dunia nyata, tampaknya kurang memikat para penikmat film. Menurut IMDB pendapatan dari film ini tidak besar-besar amat.
Pendapatan kotor di Amerika Serikat dan Kanada sebesar US$ 7,23 juta dengan US$ 3,47 juta saat seminggu penayang perdana di AS dan Kanada. Sementara di belahan dunia lainnya pendapatan kotor film Gold mencapai US$ 14,88 juta.
IMDB pun tidak memberi rating yang baik terhadap film ini. Dalam ratingnya, IMDB memberi skor 6,7 dari 10.