Ini Bukti Harga Minyak Liar karena Perang Rusia-Ukraina
Jakarta, CNBC Indonesia - Para pemimpin Uni Eropa mencapai kesepakatan untuk melarang sebagian besar impor minyak mentah dan produk minyak Rusia. Hal ini ternyata mampu mengubah aliran minyak di pasar global.
Rusia telah dirugikan oleh beberapa anggota UE yang bertindak lebih dulu untuk menghentikan impor minyak Rusia. Hal tersebut untuk mengantisipasi embargo dari Uni Eropa dan negara-negara lainnya termasuk Amerika Serikat, menurut perusahaan data komoditas Kpler.
Menurut catatan Kpler, jumlah minyak mentah Rusia yang melonjak menjadi hampir 80 juta barel bulan ini. Jumlah tersebut naik dari kurang dari 30 juta barel sebelum invasi Ukraina.
"Kenaikan volume minyak mentah di 'atas air' adalah karena lebih banyak volume menuju daerah lebih jauh - khususnya ke India dan China," kata Matt Smith, analis minyak utama untuk Amerika di Kpler, dikutip CNBC Internasional pada Selasa (31/5/2022)
"Sebelum invasi ke Ukraina, lebih banyak minyak mentah Rusia yang pindah ke tujuan terdekat di Eropa Barat Laut," tambahnya.
Invasi Rusia ke Ukraina pada akhir Februari telah membuat pasar energi terguncang. Rusia adalah pengekspor minyak dan produk terbesar di dunia, dan Eropa sangat bergantung pada bahan bakar Rusia, jumlahnya bahkan lebih dari 40%.
Para pemimpin UE telah memperdebatkan sanksi putaran keenam selama berminggu-minggu, tetapi kemungkinan embargo minyak menjadi masalah utama. Hongaria termasuk di antara negara-negara yang tidak menyetujui larangan total. Perdana Menteri Viktor Orban, sekutu Presiden Rusia Vladimir Putin, mengatakan larangan energi Rusia akan menjadi "bom atom" bagi perekonomian Hongaria.
Pada bulan Maret, harga minyak melonjak ke level tertinggi sejak 2008 karena pembeli mengkhawatirkan ketersediaan energi, mengingat kondisi pasar yang sudah ketat. Permintaan telah pulih kembali setelah pandemi, sementara produsen menjaga output tetap terkendali, yang berarti harga sudah naik sebelum invasi.
"Invasi Rusia keUkraina telah memicu
bagaimana pasar global secara historis mengambil barel," kata RBC Selasa dalam sebuah catatan kepada klien.
Badan Energi Internasional (IEA) pada bulan Maret lalu mengatakan bahwa 3 juta barel per hari produksi minyak Rusia terancam. Perkiraan tersebut telah direvisi lebih rendah dan menunjukkan bahwa ekspor bahan bakar Rusia ke Eropa Barat Laut telah jatuh. Sebagai catatan, data yang dikumpulkan IEA sebelum Uni Eropa setuju untuk melarang minyak Rusia.
Tetapi Rusia masih mencari pembeli untuk minyaknya, setidaknya untuk saat ini. Karena minyak mentah diperdagangkan dengan harga diskon dibandingkan dengan patokan minyak mentah Brent yang merupakan acuan internasional.
"Lebih banyak minyak dari sebelumnya menuju ke India dan China," menurut data dari Kpler.
Wolfe Research mengatakan bahwa sementara produksi minyak Rusia telah menurun sejak dimulainya perang, ekspor tetap "sangat tangguh."
Perusahaan riset itu mengatakan bahwa Rusia telah mengalihkan ekspor ke tempat-tempat termasuk India, yang berada dalam jalur lalu lintas kapal melalui Terusan Suez. Wolfe mencatat bahwa lalu lintas melalui jalur tersebut naik 47% di bulan Mei dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
"Mengubah rute kapal tanker Laut Hitam ke Suez sebagai lawan ke Eropa adalah rute yang lebih panjang dan oleh karena itu inflasi terhadap harga minyak, dan pola perdagangan 'pilihan terakhir' ini dapat menandakan masalah pasokan yang lebih besar di masa depan karena pasar jelas turun ke opsi terakhirnya untuk dibersihkan. ," kata perusahaan itu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ras/ras)