
Bursa Asia Ditutup Beragam, Shanghai Melesat Tapi IHSG Lemes

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik ditutup bervariasi pada perdagangan Rabu (25/5/2022), di mana pasar global masih mengalami periode volatil dan terus berusaha untuk pulih dari zona koreksinya.
Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup menguat 0,29% ke level 20.171,27, Shanghai Composite China melejit 1,19% ke 3.107,46, ASX 200 Australia melaju 0,37% ke 7.155,2, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,44% ke posisi 2.617,22.
Sedangkan untuk indeks Nikkei Jepang ditutup melemah 0,26% ke level 26.677,8, Straits Times Singapura terkoreksi 0,48% ke 3.179,58, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir terpangkas 0,44% ke posisi 6.883,5.
Beberapa saham teknologi China yang terdaftar di dua bursa utama yakni di Hong Kong dan di Amerika Serikat (AS) terpantau ambles, yakni saham Alibaba yang ditutup ambles 1,5%, disusul saham JD.com yang ambrol 1,49%, dan saham Baidu ambruk 1,53%.
Ketiga saham teknologi China tersebut ambruk setelah komentar dari pejabat Komisi Sekuritas dan Bursa AS (US Securities and Exchange Commission/SEC), di mana pejabat tersebut mengatakan bahwa negosiasi antara otoritas AS dan China mengenai inspeksi audit saham teknologi tersebut hampir habis.
Baidu dan JD.com termasuk di antara perusahaan China yang ditempatkan oleh SEC pada daftar perusahaan yang menghadapi potensi delisting di AS.
"Meskipun ada kemajuan dalam diskusi tentang inspeksi audit di China dan Hong Kong, masalah signifikan tetap ada dan waktu tersebut hampir habis," kata YJ Fischer, direktur di kantor urusan internasional SEC, dikutip dari CNBC International.
Sementara itu dari Singapura, pertumbuhan ekonominya pada kuartal pertama tahun 2022 dilaporkan melambat.
Kementerian Industri dan Perdagangan Singapura (Ministry of Trade & Industry/MIT) hari ini melaporkan Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal I-2022 tumbuh 3,7% secara tahunan (year-on-year/yoy), jauh melambat dari kuartal sebelumnya sebesar 6,1% (yoy).
Selain itu, MIT mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini sebesar 3-5%, tetapi memperingatkan kemungkinan akan berada di dekat batas bawah.
Hal tersebut terjadi akibat kondisi perekonomian global yang menurun, terutama akibat perang Rusia dengan Ukraina serta adanya kebijakan karantina wilayah (lockdown) di China.
"Konflik Rusia-Ukraina telah mengganggu pasokan energi, makanan dan komoditas lainnya, yang memicu kenaikan inflasi global dan sebaliknya membuat perekonomian di banyak negara melambat," tulis pernyataan MIT yang dikutip The Straits Times, Rabu (25/5/2022).
Untuk diketahui, Singapura mengandalkan ekspor untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Rasio ekspor terhadap PDB Negeri Singa lebih dari 100%.
Singapura menjadi negara dengan rasio ekspor terhadap PDB terbesar di dunia. Artinya, ketika ekspornya mulai tinggi, maka pertumbuhan ekonomi mengekor.
Namun, dengan melambatnya perekonomian global, tentunya pertumbuhan permintaan akan melambat dan berdampak ke ekspor Singapura.
Apalagi, China yang merupakan pasar ekspor terbesarnya masih menerapkan lockdown di beberapa wilayah, dan perekonomiannya juga diperkirakan melambat di tahun ini.
"Langkah-langkah ketat yang dilakukan China untuk meredam penyebaran virus corona akan menurunkan pertumbuhan ekonominya dan berkontribusi terhadap masalah rantai pasokan global," kata MIT.
Bursa Asia-Pasifik yang bervariasi terjadi di tengah masih lesunya bursa saham AS, Wall Street hingga perdagangan kemarin, meski indeks Dow Jones ditutup menguat cenderung tipis.
Indeks Dow Jones ditutup naik 0,15%. Sedangkan indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite kembali ditutup terkoreksi. S&P 500 merosot 0,81% dan Nasdaq ambruk 2,35%.
Saham teknologi pun kembali menjadi sasaran aksi jual, setelah saham pemilik media sosial Snap Chat, yakni Snap ambruk 43%, setelah perusahaan melaporkan bahwa pendapatan iklannya menurun akibat lingkungan ekonomi makro global yang memburuk.
Aksi jual pada hari Selasa di saham teknologi mendorong investor untuk mengoleksi kembali obligasi pemerintah Negeri Paman Sam.
Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun turun menjadi 2,758% dari 2,857% pada hari Senin. Pergerakan yield berlawanan dengan harga obligasi. Jika yield turun, maka harganya pun naik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam
