Setelah 5 Pekan Rupiah Akhirnya Catat Penguatan Beruntun!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Rabu, 25/05/2022 15:07 WIB
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Untuk pertama kalinya dalam 5 pekan terakhir rupiah akhirnya mampu mencatat penguatan beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS). Pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) masih menjaga kinerja rupiah, selain itu, dolar AS juga masih terus mengalami koreksi.

Melansir data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka rupiah langsung menguat 0,21% ke Rp 14.625/US$. Sempat berbalik melemah, tetapi rupiah akhirnya sukses mempertahankan penguatan. Di penutupan perdagangan rupiah berada di Rp 14.630/US$, menguat 0,17% di pasar spot.

Kemarin rupiah mampu menguat 0,1% sehingga ini menjadi penguatan beruntun pertama sejak 19 April lalu.


Rupiah memang sudah terlihat akan mampu kembali mencatat penguatan melihat pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat sore ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.

Periode

Kurs Rabu (25/5) pukul 8:52 WIB

Kurs Rabu (25/5) pukul 14:54 WIB

1 Pekan

Rp14.638,5

Rp14.602,0

1 Bulan

Rp14.644,0

Rp14.616,0

2 Bulan

Rp14.668,0

Rp14.638,0

3 Bulan

Rp14.707,0

Rp14.664,0

6 Bulan

Rp14.815,4

Rp14.752,0

9 Bulan

Rp14.911,4

Rp14.850,6

1 Tahun

Rp15.031,9

Rp15.005,0

2 Tahun

Rp15.442,0

Rp15.397,0


BI kemarin mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG), dan sesuai ekspektasi, suku bunga acuan masih belum diutak-atik.

Namun, BI juga mengambil langkah-langkah guna menjaga stabilis rupiah dengan mempercepat normalisasi kebijakan likuiditas dengan menaikkan GWM secara bertahap.
Sebelumnya di awal tahun ini, BI berencana mengerek GWM Pada Maret (100 basis poin), Juni (100 basis poin) dan September (50 basis poin), untuk bank umum konvensional (BUK) menjadi 6,5%

Dan untuk bank umum syariah (BUS) di September GWM menjadi 5%, dengan kenaikan masing-masing 50 basis poin.

BI kemudian mempercepat dan menaikkan lagi GWM. Untuk BUK, GWM yang saat ini 5% akan naik menjadi 6% di bulan Juni, kemudian 7,5% di bulan Juli dan 9% di bulan September.

Untuk BUS yang saat ini 4% naik menjadi 4,5% di Juni, 6% di Juli dan 7,5% di September.

Kenaikan tersebut diperkirakan akan menyerap likuiditas di perekonomian sebesar Rp 110 triliun.

"Secara keseluruhan ini memang dengan kenaikan GWM ini akan mengurangi likuiditas di perbankan sekitar Rp 110 triliun, namun rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih tinggi sekira 28% sampai akhir tahun ini, msh jauh di atas rasio sebelum pandemi Covid yang sebesar 21%," jelas Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Selasa (24/5/2022).

Penyerapan likuiditas tersebut diharapkan mampu membuat rupiah lebih stabil.

Selain itu, indeks dolar AS masih terus menurun. Selasa kemarin indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini turun 0,21% setelah merosot lebih dari 1% di awal pekan dan sekitar 1,35% sepanjang pekan lalu.

Sementara itu dolar AS sedang mengalami koreksi akibat penurunan yield Treasury AS. Pada perdagangan Senin kemarin, indeks dolar AS jeblok lebih dari 1%, melanjutkan penurunan 1,35% sepanjang pekan lalu.

Salah satu pejabat elit bank sentral AS (The Fed) menyatakan suku bunga bisa kembali diturunkan ketika inflasi sudah sukses dikendalikan membuat dolar AS menurun.

"Saya sudah mengatakan suku bunga seharusnya naik menjadi 3,5% di akhir tahun ini, lebih tinggi dari pandangan beberapa rekan saya," kata Presiden The Fed wilayah St. Louis, James Bullard dalam wawancara bersama Fox Business Jumat pekan lalu.

Beberapa pejabat The Fed, begitu juga pelaku pasar saat ini melihat suku bunga The Fed di akhir tahun nanti berada di kisaran 2,75% - 3%, atau naik 200 basis poin lagi dari level saat ini.

"Semakin besar front-load yang kita lakukan, semakin cepat kita bisa mengendalikan inflasi dan ekspektasi inflasi, dan posisi kita akan semakin bagus. Di tahun 2023 dan 2024, kita bisa menurunkan lagi suku bunga karena inflasi sudah terkendali," kata Bullard.

Kemudian, perekonomian Amerika Serikat yang mulai menunjukkan tanda-tanda pelambatan membuat indeks dolar AS akhirnya terus menurun.

Aktivitas manufaktur dan jasa di AS menunjukkan pelambatan di bulan ini, terlihat dari purchasing managers' index (PMI) yang dirilis kemarin malam. PMI manufaktur melambat menjadi 57,5 dari bulan April 59,2. Sementara PMI jasa 53,3 turun dari bulan lalu 55,6.

PMI gabungan keduanya berada di level 53,8 yang merupakan level terendah dalam 4 bulan terakhir. S&P Global melaporkan inflasi yang tinggi di Amerika Serikat membuat demand mengalami tekanan, sementara masalah supply kembali terjadi akibat lockdown di China.

Hal tersebut membuat PMI manufaktur dan jasa mengalami pelambatan, indeks dolar AS pun terus menurun.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS